JAKARTA — Komisi Perlidungan Anak Indonesia (KPAI) mendukung agar pendidikan agama tetap diberikan di sekolah. Namun substansi materi yang diajarkan maupun metode pembelajarannya memang masih memerlukan masukan banyak pihak, agar menjadi tepat dan bermakna.
Karena menurut Komisioner KPAI Retno Listyarti dalam sudut pandangnya, selama ini pendekatan pembelajaran yang mayoritas digunakan guru masih konvensional alias kurang membuka ruang dialog. Sehingga kurang membangun daya kritis peserta didik.
BACA JUGA: KPAI ungkap 5 Hal terkait Pentingnya Pendidikan Agama di Sekolah
Padahal, kata dia ketika budaya literasi terjadi di sekolah, maka ruang dialog dan kemampuan berpikir kritis akan terbangun dengan sendirinya, sehingga sekolah dapat dengan mudah menangkal paham radikal dan fanatisme sempit lainnya.
“Menyoroti kegiatan pendidikan agama Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha dan Konghucu yang selama ini berlangsung di sekolah, memang lebih terkonsentrasi pada persoalan-persoalan teoritis,” ujarnya melalui keterangannya Selasa (9/7/2019).
Ia menjelaskan, meskipun dalam Kurikulum 2013, guru dituntut melakukan proses pembelajaran dengan prinsip 5M atau mengingat, memahami, menerapkan, menganalisis dan mencipta. Namun pada implementasinya mayoritas guru berbagai mata pelajaran, termasuk guru agama lebih mengedepankan mengingat.
BACA JUGA: Kisruh PPDB, KPAI Buka Posko Pengaduan
“Dalam proses pembelajaran, peserta didik kurang didorong untuk mengembangkan kemampuan berpikir, proses pembelajaran di kelas lebih diarahkan kepada menghafal informasi,” pungkasnya.
Pernyataan Retno tersebut menanggapi perihal usulan salah seorang WNI, Darmono terkait wacana penghapusan materi pendidikan agama di sekolah. []
REPORTER: RHIO