SHALAT Shubuh adalah salah satu kewajiban utama dalam Islam yang seringkali terasa paling berat bagi sebagian orang. Tidak sedikit yang menundanya, bahkan meninggalkannya dengan alasan rasa kantuk, lelah, atau dinginnya pagi. Namun tahukah kita, bahwa beratnya melaksanakan Shalat Shubuh bisa menjadi indikator keimanan seseorang? Bahkan, Rasulullah ﷺ menyebut bahwa shalat Shubuh dan Isya adalah shalat yang paling berat bagi orang munafik.
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim, Rasulullah ﷺ bersabda:
“Sesungguhnya shalat yang paling berat bagi orang munafik adalah shalat Isya dan shalat Shubuh. Seandainya mereka tahu pahala yang ada pada keduanya, niscaya mereka akan mendatanginya meskipun dengan merangkak.” (HR. Bukhari dan Muslim)
BACA JUGA: 5 Ciri Orang Munafik
Mengapa demikian? Karena shalat Shubuh mengharuskan seseorang untuk bangun dari tidurnya, meninggalkan selimut hangatnya, dan memulai hari dengan ketaatan kepada Allah. Bagi orang-orang beriman, ini adalah ujian yang dijalani dengan semangat dan cinta. Namun bagi orang munafik, yang amalannya hanya sebatas tampilan lahiriah, Shubuh menjadi beban yang tak tertanggungkan.
Cermin Keimanan
Shalat, terutama Shubuh, adalah barometer keimanan. Orang-orang yang mencintai Allah akan rela bersusah payah untuk berdiri di hadapan-Nya di saat mayoritas manusia masih terlelap. Imam Hasan Al-Bashri rahimahullah pernah berkata:
“Wahai anak Adam, sesungguhnya engkau adalah kumpulan dari hari-harimu. Jika satu hari hilang darimu, maka hilanglah sebagian dari dirimu.”
Ucapan ini menggambarkan betapa berharganya waktu, termasuk waktu Shubuh. Melewatkannya bukan hanya kehilangan waktu, tapi kehilangan bagian dari hidup yang semestinya penuh ibadah.
Imam Ibnu Qayyim rahimahullah juga menjelaskan:
“Sesungguhnya di antara tanda-tanda keikhlasan dan keimanan yang benar adalah menjaga shalat lima waktu, terutama Shubuh dan Isya.”
Shalat di waktu Shubuh menunjukkan bahwa seseorang lebih mencintai pertemuan dengan Tuhannya daripada kelanjutan tidurnya. Seseorang tidak mungkin bangun di waktu dini hari kecuali karena dorongan iman yang kuat.
Munafik: Antara Tampak dan Hakikat
Orang munafik adalah mereka yang secara lahiriah mengaku beriman, namun dalam batinnya menyembunyikan kekafiran. Mereka melaksanakan amal ibadah sekadar untuk dilihat orang lain. Dan karena Shubuh dan Isya adalah waktu-waktu yang sunyi, di mana sedikit orang menyaksikan, mereka merasa tidak perlu hadir.
Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata:
“Sungguh aku melihat di zaman Nabi ﷺ, tidak ada yang meninggalkan shalat berjamaah kecuali orang munafik yang jelas-jelas kemunafikannya.” (HR. Muslim)
Ini menunjukkan bahwa para sahabat menganggap meninggalkan shalat, terutama Shubuh berjamaah, adalah tanda nyata kemunafikan.
Bangkit Melawan Nafsu
Rasa berat saat Shubuh bukan hanya urusan fisik, tapi juga spiritual. Di situlah pertarungan sejati terjadi: antara hawa nafsu dan iman. Ketika kita bangkit untuk Shubuh, kita sedang mengalahkan diri sendiri.
Imam Al-Awza’i rahimahullah mengatakan:
“Barang siapa menjaga shalat Shubuh, maka dia berada dalam perlindungan Allah sepanjang hari.”
Bayangkan perlindungan Allah sepanjang hari hanya karena engkau rela bangun beberapa menit sebelum terbitnya matahari. Lalu bandingkan dengan mereka yang terlelap dan melewatkannya tanpa penyesalan—betapa ruginya!
BACA JUGA: Orang Munafik di Akhir Zaman, Siapa Saja?
Penutup
Jika hari ini kita masih merasa berat untuk bangun Shubuh, jangan langsung menyimpulkan diri sebagai munafik. Namun, anggaplah itu sebagai peringatan, sebagai sinyal bahwa iman kita butuh penguatan. Berdoalah, berusaha, dan biasakan. Karena iman itu naik dan turun, tapi orang beriman akan terus memperbaiki.
Jangan biarkan tidur kita lebih kuat daripada cinta kita kepada Allah. Karena kelak, saat matahari benar-benar terbit di Hari Kiamat, hanya mereka yang menjaga shalat Shubuh-lah yang akan merasakan cahaya-Nya.