BERJUALAN merupakan profesi mulia yang sudah ada sejak zaman dahulu. Bahkan, Nabi Muhammad ﷺ pun dikenal sebagai seorang pedagang yang jujur dan terpercaya (al-Amin). Namun, pada kenyataannya, banyak pedagang zaman sekarang justru meninggalkan nilai-nilai kejujuran dan memilih jalan kebohongan dalam menjalankan usahanya. Mengapa hal ini terjadi?
1. Persaingan Dagang yang Ketat
Salah satu penyebab utama pedagang berbohong adalah persaingan yang semakin ketat. Dengan banyaknya pilihan bagi pembeli, sebagian pedagang merasa harus menonjolkan dagangannya agar laku. Sayangnya, cara yang ditempuh bukan dengan meningkatkan kualitas atau layanan, melainkan dengan membesar-besarkan manfaat, menyembunyikan cacat produk, atau memanipulasi harga.
BACA JUGA: 8 Panduan Berdagang untuk Muslim agar Lebih Berkah
Misalnya, buah yang sudah busuk ditumpuk di bawah dan ditutup dengan buah segar di atas. Atau menyebut barang sebagai “baru” padahal sebenarnya sudah lama tersimpan dan kualitasnya menurun.
2. Kebutuhan Ekonomi yang Mendesak
Sebagian pedagang terdesak oleh kebutuhan ekonomi. Mereka merasa tak punya pilihan selain berdusta agar mendapatkan pemasukan harian. Misalnya, mengaku “belum untung sama sekali” padahal sudah memperoleh margin besar, hanya agar pembeli iba dan langsung membeli.
Walaupun alasan ini bersifat manusiawi, kebohongan tetap tidak bisa dibenarkan. Islam mengajarkan bahwa keberkahan rezeki lebih utama daripada sekadar banyaknya uang yang didapat.
3. Kurangnya Pemahaman Agama
Tidak semua pedagang memahami bahwa dalam Islam, kejujuran dalam berdagang adalah bentuk ibadah. Dalam hadis riwayat Tirmidzi, Nabi Muhammad ﷺ bersabda:
“Pedagang yang jujur dan amanah akan bersama para nabi, orang-orang shiddiq dan para syuhada.”
(HR. Tirmidzi)
Sebaliknya, dalam hadis lain dikatakan bahwa:
“Pedagang yang suka berdusta akan dibangkitkan bersama orang-orang yang fasik dan berdosa.”
(HR. Al-Hakim)
Kurangnya pemahaman akan nilai-nilai ini menyebabkan banyak pedagang tak merasa bersalah saat berbohong.
4. Mencontoh Lingkungan Sekitar
Kebiasaan berbohong dalam berdagang bisa juga terjadi karena ikut-ikutan. Jika lingkungan pasar atau toko-toko sekitar semuanya melakukan praktik yang curang, maka pedagang yang jujur pun bisa tergoda untuk melakukan hal yang sama agar tak kalah saing.
Inilah pentingnya membangun ekosistem perdagangan yang sehat, di mana nilai moral dan etika tetap dijunjung tinggi.
5. Tergoda Keuntungan Instan
Kebohongan dalam berdagang kadang dianggap sebagai cara cepat mendapatkan uang. Misalnya, mencampur barang asli dengan yang palsu, mengurangi timbangan, atau menyebut harga “modal” yang tidak sesuai kenyataan.
Padahal, keuntungan instan dari kebohongan tak pernah bertahan lama. Reputasi yang buruk bisa menyebar, dan pelanggan akan pergi mencari pedagang lain yang lebih jujur.
6. Minimnya Pengawasan atau Sanksi Sosial
Tidak adanya pengawasan ketat atau sanksi dari otoritas pasar maupun masyarakat membuat pedagang curang merasa aman. Mereka berpikir bahwa selama tidak ketahuan, maka tak ada masalah.
Namun dalam pandangan Islam, Allah Maha Melihat semua yang dilakukan hamba-Nya, termasuk kejujuran dan kebohongan dalam berdagang. Ini seharusnya menjadi pengingat paling kuat.
BACA JUGA: 6 Larangan Rasulullah dalam Berdagang
Penutup: Dagang dengan Kejujuran = Rezeki yang Berkah
Berbohong saat berjualan mungkin memberikan keuntungan sesaat, namun merusak kepercayaan dan mencabut keberkahan rezeki. Sebaliknya, kejujuran mungkin tidak membuat cepat kaya, tapi membawa ketenangan, pelanggan yang loyal, dan keberkahan yang berkelanjutan.
Sebagaimana sabda Nabi ﷺ:
“Sesungguhnya kejujuran membawa kepada kebaikan, dan kebaikan membawa ke surga.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Semoga para pedagang muslim bisa kembali meneladani Rasulullah ﷺ dalam kejujuran, dan menjadikan perdagangan sebagai ladang pahala, bukan sekadar ladang uang. []