SAYYIDAH Khadijah adalah seorang wanita Arab yang dianugerahi Allah SWT dengan harta yang melimpah dan penuh berkah. Dia mengelola sendiri hartanya yang banyak itu.
Dia memilih menikah dengan Nabi Muhammad ﷺ, bukan dengan pemuka-pemuka Arab lainnya, karena dia melihat Nabi Muhammad mempunyai kepribadian yang mulia. Pernikahannya dengan Muhammad terjadi di saatsaat Muhammad sedang butuh pekerjaan.
Kisah ini berawal ketika Abu Thalib mendorong Muhammad untuk menjadi pekerja Khadijah. Abu Thalib mengeluhkan kondisi ekonomi keluarga dan kehidupannya saat itu, makanya Abu Thalib menyarankan Muhammad untuk bekerja kepada Khadijah, menjualkan barang dagangannya, dengan harapan semoga Allah SWT menganugerahi mereka rezeki yang melimpah dari hasil keuntungan menjual harta dagangan Khadijah tersebut.
Ibnu SayyidinNas menceritakan kisah ini secara panjang lebar dalam kitabnya, “”UyuunulAtsar fii FunuunilMaghaazi wasSiyar.” Dalam kitab tersebut dikisahkan bahwa di kalangan bangsa Arab Rasulullah terkenal dengan julukan alAmin. Beliau diberi julukan ini karena kejujuran dan perilakunya yang mulia.
BACA JUGA: Tidak Ada Bandingannya, Ini Persamaan Khadijah dan Aisyah
Waktu itu, Rasulullah ﷺ, baru berumur lima belas tahun. Suatu hari Abu Thalib berkata kepadanya, “Wahai putra saudaraku. Saya adalah orang yang tidak punya harta. Kondisi sekarang ini sangat sulit bagi kita. Umurku semakin tua dan tidak bisa apaapa lagi. Kita juga tidak punya barang dagangan. Sekarang ini ada kafilah dagang yang hendak pergi ke Syam.
“Biasanya Khadijah mencari orang-orang dari kaummu ini untuk mengurusi kafilah dagangnya, mereka menjualkan hartanya tersebut dan akan mendapatkan upah yang lumayan. Bagaimana kalau kamu menawarkan diri untuk bekerja kepadanya. Kalau kamu mau saya akan memperjuangkanmu di hadapannya karena dia sudah tahu kebaikan prilakumu.
“Meskipun sebenarnya saya tidak senang kamu pergi ke Syam dan saya juga khawatir bila kamu bertemu dengan orang Yahudi, namun bagaimana lagi?”
Khadijah binti Khuwailid adalah wanita pedagang yang mulia dan mempunyai harta kekayaan yang banyak sekali. Sudah menjadi kebiasaan, dia mengirim barang dagangannya ke negeri Syam seperti yang dilakukan pedagangpedagang Quraisy lainnya.
Untuk menjual barang dagangannya ini, dia mengangkat beberapa orang dengan gaji yang diambilkan dari keuntungan penjualan dan persentasenya disepakati sebelumnya (mudharabah). Mata pencaharian kaum Quraisy adalah dagang. Bisa dikatakan bahwa bila mereka tidak berdagang maka mereka tidak punya harta apapun.
Rasulullah ﷺ menyanggupi tawaran pamannya itu dan berkata, “Semoga dia mengutusku melakukan pekerjaan itu.” Abu Thalib menimpali, “Saya sungguh khawatir bila dia memilih selain kamu.”
Kabar keinginan Abu Thalib untuk mengusulkan keponakannya menjadi pekerja dalam kafilah ke Syam terdengar oleh Khadijah. Selain itu Khadijah juga sudah sering mendengar cerita tentang kejujuran Muhammad, ketawadhu an dan kemuliaan akhlaknya.
Khadijah berkata, “Saya tidak tahu kalau dia juga menginginkan pekerjaan ini.” Setelah mengetahui semuanya, Khadijah pun memutuskan bahwa Muhammadlah yang pergi ke Syam dengan membawa barang dagangannya. Dia berkata kepada Muhammad, “Yang mendorongku untuk memilihmu adalah kejujuran perkataanmu, kamu dapat dipercaya dan juga kemuliaan akhlakmu. Saya akan menggaji kamu dua kali lipat gaji yang biasanya saya berikan kepada orang lain.”
Rasulullah ﷺ menyanggupi tugasnya itu, kemudian beliau menemui Abu Thalib dan menceritakan semuanya. Abu Thalib berkata, “Sesungguhnya ini adalah rezeki yang digiring Allah SWT untuk mendekatimu.”
Akhirnya Rasulullah ﷺ pergi ke Syam bersama Maisarah, salah seorang hamba sahaya Khadijah. Sebelum pergi, pamanpaman Rasul berpesan kepada orangorang yang berangkat ke Syam untuk menjaganya dengan baik.
Ketika Rasul dan Maisarah tiba di Pasar Bashrah, mereka istirahat di bawah pohon, dekat Sinagog yang dirawat oleh seorang Rahib yang bernama Nusthur. Rahib tersebut sudah kenal lama dengan Maisarah, dia pun bertanya kepadanya, “Maisarah, siapakah yang sedang istirahat di bawah pohon itu?”
Maisarah menjawab, “Orang Quraisy penduduk Mekah.”
Rahib itu berkata, “Tidak ada yang istirahat di bawah pohon ini kecuali Nabi.”
Rahib itu bertanya kembali. “Apakah di matanya ada warna kemerah-merahan?”
“Benar sekali apa yang kamu katakan,” jawab Maisarah.
Rahib itu pun berkata lagi, “Berarti benar, dialah Nabi terakhir. Andaikan saja saya bisa bersamanya di saat dia nanti diusir oleh kaumnya.”
Maisarah mengingat-ingat kejadian itu. Kemudian Rasulullah ﷺ masuk ke Pasar Bashrah dan menjual barang dagangan yang dibawanya. Di tengah-tengah berdagang, Nabi berselisih dengan seseorang berkenaan dengan masalah harga suatu barang.
Orang itu bersumpah dengan menyebut nama Laata dan ‘Uzza.
Nabi berkata kepada orang itu, “Saya tidak mau bersumpah dengan menggunakan dua nama itu. Bila saya melewati dua patung itu, saya tidak pernah memperhatikannya.”
Orang itu berkata, “Apa yang kamu katakan itu benar.”
Kemudian orang tersebut membawa Maisarah menjauh dan berkata kepadanya, “Maisarah, dia adalah seorang Nabi. Para pemimpin agama kami menemukan sifat-sifatnya dalam kitab suci mereka.”
Maisarah mengingat-ingat dengan betul kejadian ini. Setelah perdagangan selesai, kafilah pun kembali ke Mekah.
Setelah itu, Maisarah selalu memperhatikan Rasulullah ﷺ. Dalam perjalanan, dan bila matahari sangat menyengat Maisarah melihat Nabi Muhammad ﷺ yang berada di atas untanya selalu dilindungi oleh dua malaikat. Selama perjalanan itu, Allah SWT menumbuhkan rasa kecintaan di hati Maisarah kepada Nabi ﷺ, hingga Maisarah bagaikan pembantu Rasulullah ﷺ.
Rombongan kafilah kaum Quraisy berhasil menjual barang dagangan mereka dan mendapatkan keuntungan yang berlipat ganda. Ketika mereka sampai di MurruzhZharan, daerah yang sudah dekat dengan kota Mekah, Maisarah berkata kepada Rasulullah ﷺ, “Muhammad, kamu saja yang melaporkan anugerah Allah ini kepada Khadijah. Dia sudah mengetahui perilaku kamu.”
Rasulullah ﷺ menyetujui permintaan Maisarah tersebut. Ketika mereka mulai memasuki kota Mekah, hari sudah siang. Waktu itu, Khadijah dan beberapa kawan wanitanya termasuk Nufaisah binti Maniyah sedang duduk di balkon. Khadijah melihat Muhammad yang naik unta sedang memasuki kota Mekah. Dia juga melihat dua malaikat yang melindungi Muhammad dari sengatan matahari. Khadijah memberi tahu kawan-kawannya, dan mereka pun terheran-heran.
Setelah Rasulullah ﷺ bertemu dengan Khadijah, Khadijah menanyakan hal yang dilihat oleh kedua matanya itu.
Maisarah berkata kepada Khadijah, “Saya melihat dua malaikat itu semenjak kami keluar dari Syam.” Maisarah juga menceritakan kepada Khadijah perihal ucapan Rahib Nusthur dan seseorang yang berselisih dengan Nabi di pasar.
Singkat cerita, Khadijah mendapatkan keuntungan yang sangat besar sekali, dan dia memberi upah yang berlipat ganda kepada Rasulullah ﷺ melebihi dari apa yang dijanjikan.
Meskipun Khadijah adalah wanita kaya dan terhormat, namun dia sangat penyayang dan tawadhu. Banyak pemuka dan hartawan Quraisy yang melamarnya, namun dia menolak. Khadijah malah memilih salah seorang pekerjanya yang bertugas menjualkan barang dagangannya.
Kerendahan hati Khadijah sangatlah besar. Hal ini tampak jelas ketika dia mengutus Nufaisah binti Maniyyah untuk menanyakan kesediaan Muhammad menikahinya setelah pulang dari Syam membawa barang dagangannya.
Nufaisah binti Maniyyah bertanya kepada Nabi. “Muhammad, apa yang menghalangimu melakukan pernikahan?”
Rasulullah ﷺ menjawab, “Saya tidak punya harta yang bisa digunakan untuk menikah.”
Nufaisah binti Maniyyah berkata, “Bila semua keperluanmu dipenuhi dan kamu diminta menikahi seorang wanita yang cantik, kaya, terhormat, dan sepadan (alkafa’ah), apakah kamu mau?”
Rasulullah ﷺ menjawab, “Siapakah wanita itu?”
Nufaisah binti Maniyyah menjawab, “Khadijah binti Khuwailid.”
Rasulullah ﷺ bertanya, “Bagaimana saya bisa melakukannya?”
Nufaisah binti Maniyyah menjawab, “Serahkan semua kepadaku.”
Rasul kemudian berkata, “Baiklah.”
Lalu Nufaisah binti Maniyyah menemui Khadijah dan menceritakan semuanya.
Setelah itu Khadijah mengutus seseorang kepada Rasul untuk memberi tahu waktu pelaksanaan pernikahan. Dia juga mengutus seseorang untuk memberi tahu pamannya, Amr bin Asad agar dia nanti yang menikahkannya dengan Muhammad.
Rasulullah ﷺ juga minta restu kepada pamanpamannya dan mengundang mereka untuk menghadiri acara pernikahan. Pada acara pernikahan itu Amr bin Asad berkata, “Wanita ini tidak akan mengecewakan pengantin pria.”
Akhirnya, Rasulullah ﷺ menikahi Khadijah. Ketika itu Rasulullah ﷺ berumur 25 tahun dan Khadijah berumur 40 tahun. Khadijah lahir lima belas tahun sebelum kejadian Perang Gajah (Fiil)
BACA JUGA: Cinta Nabi pada Khadijah
Khadijah sangat sabar mengarungi kehidupan bersama Rasulullah ﷺ. Kesabarannya ini juga merupakan kerendahan hati seorang wanita kaya dan terhormat. Sewaktu di Mekah, Rasulullah ﷺ banyak dimusuhi oleh orang Arab baik lakilaki maupun perempuan karena beliau mendakwahkan ajaran yang dianggap sesat oleh mereka. Di antara orangorang yang sangat memusuhi Nabi adalah bani Umayyah dan bani Makhzum baik yang lakilaki maupun yang perempuan.
Ummu Jamil binti Harb, istri Abu Lahab adalah salah seorang wanita yang sangat benci terhadap Rasulullah ﷺ. Dia selalu mendorong suaminya, Abu Lahab untuk menghalanghalangi dakwah Nabi ﷺ. Hingga akhirnya Allah menurunkan satu surah penuh yang menyinggung dan mengancam Abu Lahab dan istrinya dengan ancaman neraka yang menyalanyala.
Ummu Jamil juga menyuruh kedua anaknya untuk mencerai dua putri Nabi, Ruqayyah dan Ummu Kaltsum yang telah menjadi istri mereka. Ummu Jamil melakukan ini dengan maksud untuk menekan kejiwaan Rasulullah ﷺ dan Khadijah. Menghadapi keadaan seperti ini, Khadijah tetap tabah dan sabar, selalu mengharap pertolongan dan pahala dari Allah SWT.
Begitu juga ketika Nabi Muhammad dan semua keluarga AbdulMuththalib diembargo oleh kaum kafir Quraisy, Khadijah memilih berlaparlapar dan menghadapi kesulitan bersama bani AbdulMuththalib dan suaminya, Rasulullah ﷺ. Ini menunjukkan kerendahan hatinya dan juga keikhlasannya. Dia banyak berkorban baik jiwa maupun harta kekayaan yang dimilikinya. Semoga Allah melimpahkan ridha kepadanya. []
SUMBER: HUMAYRO