KEMATIAN bukanlah akhir, melainkan gerbang menuju kehidupan yang abadi. Ia datang tanpa janji, tanpa aba-aba, dan tidak mengenal usia atau waktu. Setiap detik yang berlalu adalah langkah mendekat menuju janji Allah: saat kita kembali kepada-Nya.
Nabi Muhammad ﷺ bersabda: “Perbanyaklah mengingat pemutus kenikmatan: yaitu kematian.” (HR. Tirmidzi, hasan shahih)
Mengapa Rasulullah ﷺ menyuruh kita memperbanyak mengingat kematian?
BACA JUGA: Kematian Raja Abrahah
Karena hati yang ingat mati menjadi lembut, jiwa yang sadar akan ajal menjadi jujur, dan hidup yang penuh kesadaran pada kematian akan lebih berhati-hati dalam setiap langkah. Dunia tak lagi memabukkan jika kita tahu betapa cepat kita akan meninggalkannya.
Imam Al-Hasan Al-Bashri rahimahullah berkata: “Wahai anak Adam, sesungguhnya engkau hanyalah kumpulan hari. Setiap kali satu hari berlalu, maka sebagian dari dirimu pun ikut pergi.”
Betapa sering kita lalai, seolah waktu ini akan terus ada. Padahal, setiap pagi yang datang adalah satu kesempatan lagi untuk bertaubat, satu peluang lagi untuk berbuat baik, sebelum akhirnya malaikat maut menjemput kita.
Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma pernah menasihati: “Jika engkau berada di waktu sore, jangan tunggu pagi. Dan jika engkau berada di waktu pagi, jangan tunggu sore. Gunakan sehatmu sebelum sakitmu, dan hidupmu sebelum matimu.” (HR. Bukhari)
Mengingat kematian bukan untuk menakut-nakuti diri, tapi untuk membangunkannya. Ia bukan untuk membuat kita putus asa, tapi agar kita lebih bersiap..
BACA JUGA: Hukum Mempersiapkan Kain Kafan Sebelum Kematian
Saat kita mengingat kematian, kita tidak sedang menyerah pada dunia—kita sedang memaknai hidup. Sebab hidup yang benar-benar hidup, adalah hidup yang dipersiapkan untuk kematian.
“Setiap jiwa pasti akan merasakan mati.” (QS. Ali ‘Imran: 185)
Ya Allah, jadikan akhir hidup kami husnul khatimah, dan selamatkan kami dari su’ul khatimah. Aamiin. []