KEEMPAT adalah dua orang yang saling mencintai karena Allah SWT. Orang itu mencintai maupun menyukai seseorang karena orang tersebut taat kepada Allah SWT. Pada saat ketaatannya hilang, maka cintanya juga hilang. Bagi seorang suami istri, mereka saling mencintai karena Allah. Cintanya karena Allah SWT mengalahkan segala perbedaan yang secara duniawi mencolok. Seperti latar belakang kehidupan sebelumnya, status sosial, pendidikan atau status ekonominya. Mereka melupakan itu semua karena Allah SWT.
Cintanya bukan karena sekadar nafsu tapi keinginan untuk sama-sama mendapatkan ridha Allah SWT. Orang-orang seperti ini akan mendapatkan keuntungan ganda. Yang pertama mereka akan mendapatkan kelezatan dari cinta sejati. Kenikmatan bercumbu dua orang manusia yang tidak didapatkan oleh mereka yang sekadar bercinta karena nafsu. Kedua di akhirat kelak mereka akan dinaungi Allah SWT di tengah panasnya udara pada waktu pengadilan akhir. Siapakah di antara manusia yang tidak ingin mendapatkannya?
Kelima adalah seseorang yang dalam kesendiriannya ia ingat kepada Allah SWT. Lalu tanpa terasa ia meneteskan air mata karena mengingat-Nya. Sungguh sesuatu hal sederhana namun dapat memasukkan dirinya kedalam golongan yang Allah SWT berikat perlindungan di hari akhir kelak. Menitikan air mata karena sesuatu memang sederhana. Namun, prosesnya tentu tidak sesederhana itu. Dibutuhkan seseorang dengan keimanan dan amal shaleh tertentu untuk dapat merasakan kerinduan dan kesenduan dengan Tuhannya. Orang ini selalu melakukan taubatan nasuha. Dengan taubatnya, ketika ia ingat dosa-dosanya yang telah lalu ia meneteskan air mata karena sedih.
Kesedihan serta kerinduannya kepada Allah dia renungi dalam kesendiriannya. Pada malam yang hening ia bertafakur, lalu air matanya menetes. Pada saat itulah dirinya dengan Allah SWT terasa sangat dekat. Seperti seseorang yang telah lama memendam rindu dengan sang kekasih, kemudian tibalah saatnya pertemuan dengannya. Pertemuan yang akan membuat keduanya menangis karena saat itu mereka demikian dekat. Begitu pula orang yang dekat dengan Allah SWT pada malam itu. Sudah selayaknyalah Allah SWT memberikan “hadiah” atas air mata itu dengan naungan awan kelak.
Keenam adalah seseorang yang sangat ikhlas dalam bersedekah. Keikhlasannya digambarkan dengan ia menyembunyikan sedekahnya sehingga tidak ada orang yang tahu. Bahkan diibaratkan, janganlah orang lain tahu, tangan kirinya pun tidak mengetahui kalau tangan kanannya bersedekah. Orang yang ikhlas seperti ini jauh dari sifat riya’. Sebab tidak sedikit orang yang menyumbang karena ingin dilihat atau diekspos oleh media masa.
Senada dengan sedekah, doa orang kepada saudaranya yang tanpa diperlihatkan juga akan Allah SWT kabulkan. Semua itu adalah indikator keikhlasan seseorang. Apabila niatnya hanya untuk lillahi Ta’ala, insya Allah pahala besar akan menunggu. Namun kadang nafsu diri sedemikian kuat menggoda. “Sayang kalau sudah sembahyang gini banyak nggak ada yang tahu.” Begitu kira-kira setan menggoda. Ditambah pula alasan, “Kalau saya nyumbang banyak, pasti akan diikuti orang untuk nyumbang banyak pula. Bukankah merintis jalan kebaikan akan mendapatkan pahala bagi yang mengkutinya?” Begitulah kebanyakan manusia yang tergoda. Oleh karena itu, sedikit manusia yang ikhlas akan diberikan perlindungan naungan awan kelak di sana.
Terakhir bagi golongan yang diakhirat mendapatkan naungan awan oleh Allah SWT adalah seorang pria yang dirayu oleh seseorang wanita, yang tidak saja cantik tapi juga kaya, berkedudukan dan menggairahkan. Wanita tersebut mengajaknya untuk berzina. Namun, pria tersebut menolaknya dengan mengatakan, “Aku tidak mau melakukannya karena takut kepada Allah.” Fenomena seperti ini jarang sekali terjadi. Sebab, secara kodratnya laki-laki justru diberikan hasrat tinggi untuk memulai melakukan perbuatan zina. Wanita biasanya hanya menunggu atau pasrah. Padahal kali ini wanita itulah yang pertama kali mengajaknya. Di sinilah beratnya menahan hawa nafsu.
Pria semacam ini akan mendapat pahala yang besar di samping lindungan naungan awan. Sebab ia meninggalkan sesuatu yang haram dengan sebenarnya. Maksudnya adalah ia meninggalkan sesuatu karena Allah padahal ia mampu melakukannya. Perbuatan yang haram adalah perbuatan yang mengandung dosa jika dilaksanakan serta pahala jika ditinggalkan. Pahala akan didapat jika ia sebenarnya mampu melakukan tapi dia tidak melakukannya. Seorang pejabat yang tidak korupsi akan mendapatkan pahala karena sebetulnya ia mampu korupsi tapi tidak dilakukannya karena Allah. Seorang rakyat jelata tidak korupsi tidak akan mendapat pahala karena ia memang tidak bisa korupsi. Di sinilah letak besarnya pahala yang akan didapat pria tersebut.
Kebanyakan pula yang terjadi justru seorang pria mengajak wanita untuk berzina. Tentu yang mayoritas ini bukan tolak ukur kebenaran. Justru pemuda yang dinaungi Allah inilah tolak ukurnya. Artinya, yang seharusnya diajak oleh wanita saja tidak dilakukan, apalagi justru mengiyakan bahkan ia mengajaknya untuk berzina. Ajakan wanita cantik ini juga bukan alasan kalau sang pria menurutinya. Maksudnya, di akhirat kelak ia tidak bisa beralasan, “Lho, bukan saya yang mau kok. Dia yang mengajak dan karena kedudukan saya lebih rendah, saya tidak bisa menolaknya.” Orang tersebut kelak akan dihadapkan di depan Nabi Yusuf AS di mana status hamba sahaya Yusuf tidak setinggi orang tersebut. Sementara wanita yang mengajak juga tidak seberkuasa dan secantik Zulaikha.
Kita bisa membandingkan pahala pria yang menolak ajakan wanita untuk berzina dengan seorang pria yang mengajak wanita berzina. Yang pertama mendapatkan pahala besar, yang satunya mendapatkan dosa besar. Memang yang pertama ini tidak mudah melaksanakannya, oleh karena itu mereka termasuk golongan yang eksklusif. Merekalah yang mendapatkan ganjaran yang luas. []
HABIS
Sumber: Hikmah dari Langit/Ust. Yusuf Mansur & Budi Handrianto/Penerbit: Pena Pundi Aksara/2007