DALAM sunyinya malam, ketika orang-orang tertidur lelap, ada hamba Allah yang mengangkat tangannya, memohon, menangis, memberi sedekah, lalu kembali memejamkan mata. Tak ada yang tahu, tak ada yang melihat. Ia tak menyebut namanya, tak menyimpan bukti transfer, tak mengunggahnya ke media sosial. Itulah ikhlas yang sejati. Sebuah amal yang tak mengharap tepuk tangan, tak menunggu sorotan, tak ingin disebut “baik”, cukup Allah yang tahu.
Ikhlas berasal dari kata akhlasa yang berarti memurnikan. Dalam konteks amal, ikhlas adalah memurnikan niat semata-mata karena Allah. Ia adalah amal yang dilakukan bukan karena ingin dipuji, bukan karena ingin dilihat orang, tetapi murni karena ingin meraih ridha Allah SWT. Rasulullah SAW bersabda:
“Sesungguhnya amal-amal itu tergantung niatnya, dan sesungguhnya setiap orang akan mendapatkan apa yang ia niatkan…” (HR. Bukhari dan Muslim)
BACA JUGA: 5 Ciri Orang Ikhlas
Bahaya Amal yang Tidak Ikhlas
Dalam kehidupan modern yang serba digital, kerap kali kita terjebak dalam dorongan untuk mempublikasikan setiap kebaikan. Memberi sedekah, menolong orang, menyumbang, atau berbuat baik, semua terasa kurang “bernilai” jika tidak diabadikan dan dibagikan. Padahal, Rasulullah mengingatkan bahwa riya (beramal karena ingin dilihat orang) termasuk syirik kecil:
“Yang paling aku khawatirkan atas kalian adalah syirik kecil.” Para sahabat bertanya, “Apakah syirik kecil itu, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Riya’. Allah akan berkata kepada mereka (yang riya’) pada hari kiamat: Pergilah kepada orang-orang yang dulu kalian ingin mereka melihat amal kalian di dunia, lihatlah apakah kalian mendapatkan balasan dari mereka?” (HR. Ahmad)
Amal yang tercampur dengan keinginan untuk dipuji atau dilihat manusia akan kehilangan nilainya di sisi Allah. Bahkan, bisa menjadi sebab tertolaknya amal itu sendiri. Bayangkan, seseorang bersusah payah bersedekah jutaan rupiah, tetapi karena niatnya bukan karena Allah, maka semua itu menjadi sia-sia.
Amal Tersembunyi, Amal Terbaik
Dalam satu hadits yang menggambarkan tujuh golongan yang mendapat naungan Allah pada hari kiamat, salah satunya adalah:
“…seseorang yang bersedekah dengan tangan kanannya, lalu tangan kirinya tidak tahu apa yang diinfakkan oleh tangan kanannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Inilah bentuk kesempurnaan dalam menyembunyikan amal. Sampai-sampai bagian tubuh yang lain pun “tidak tahu”. Ini bukan soal literal, tapi tentang betapa rahasia dan tersembunyinya amal tersebut dari pandangan manusia. Amal seperti ini begitu dicintai Allah karena mencerminkan kejujuran hati dan ketulusan yang hakiki.
Tanda-tanda Keikhlasan
Bagaimana kita tahu bahwa amal kita ikhlas? Berikut beberapa tanda-tanda keikhlasan yang dijelaskan oleh para ulama:
-
Tidak peduli pujian atau celaan manusia. Orang yang ikhlas tidak bergembira saat dipuji dan tidak sedih saat dicela. Ia tahu bahwa yang menilai hanyalah Allah.
-
Konsisten dalam beramal, baik dilihat maupun tidak. Orang ikhlas tetap beramal walau tidak ada yang mengawasi. Ia tetap shalat malam, bersedekah, membaca Al-Qur’an, walau tak seorang pun tahu.
-
Tidak mengungkit amal. Orang ikhlas tidak menceritakan amal kebaikannya kepada orang lain kecuali jika ada maslahat yang lebih besar, misalnya untuk memberi teladan.
-
Lebih senang menyembunyikan amalnya. Ia merasa takut jika amalnya diketahui orang lain, karena khawatir riya menyusup ke dalam hatinya.
Cara Menjaga Keikhlasan
Keikhlasan adalah perkara hati, dan hati sangat mudah berbolak-balik. Oleh karena itu, perlu upaya sungguh-sungguh untuk menjaganya. Berikut beberapa cara untuk menjaga keikhlasan:
-
Selalu memperbarui niat. Niat bisa berubah di tengah jalan. Maka biasakan untuk selalu mengevaluasi dan memperbarui niat dalam setiap amal.
-
Perbanyak amal rahasia. Lakukan amal-amal yang hanya kita dan Allah yang tahu. Misalnya sedekah rahasia, doa di malam hari, menangis saat munajat.
-
Takut amal tidak diterima. Orang ikhlas tidak merasa amalnya pasti diterima. Ia selalu khawatir kalau-kalau Allah tidak ridha. Kekhawatiran ini justru menjaga hati agar tetap tulus.
-
Menyadari bahwa semua kebaikan adalah taufik dari Allah. Jika kita berhasil beramal, itu bukan karena kita hebat, tetapi karena Allah memberi taufik. Dengan menyadari ini, hati menjadi rendah diri dan tidak sombong.
BACA JUGA: Perbedaan Ibadah Riya dan Ibadah Ikhlas
Amal yang Bernilai di Akhirat
Pada hari kiamat nanti, banyak orang yang datang dengan segudang amal, namun tidak bernilai di sisi Allah. Sebabnya? Niat yang salah. Dalam satu hadits disebutkan tiga orang pertama yang diseret ke neraka: orang yang mati syahid, orang yang mengajar ilmu, dan orang yang dermawan. Tiga-tiganya terlihat luar biasa, tapi niat mereka bukan karena Allah. Mereka beramal karena ingin disebut pemberani, alim, dan dermawan. Maka amal itu pun ditolak.
Maka, marilah kita terus belajar ikhlas. Ikhlas itu berat karena berhadapan langsung dengan ego, tapi di situlah nilai pahalanya. Biarkan amal baik kita hanya diketahui langit, bukan bumi. Biarkan senyum orang yang terbantu menjadi doa yang mengalir di langit, walau tak pernah masuk ke kolom komentar.
Allah tidak butuh kita pamer, Allah hanya ingin hati yang lurus.
Dan ikhlas, adalah jalan sunyi menuju ridha-Nya.
“Katakanlah: Sesungguhnya aku diperintahkan supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama.” (QS. Az-Zumar: 11) []