ANDA mungkin belum terlalu familiar dengan istilah Humblebragging. Humblebragging secara sederhananya adalah bentuk pamer yang diselimuti oleh sikap mengeluh ataupun mempermalukan diri sendiri.
Humblebragging ada dua macam:
Pertama, yaitu dengan cara seakan merendahkan diri sendiri seperti, “aku gak percaya aku bisa dapat nilai paling bagus di kelas, padahal waktu belajarku mepet banget.” Sedangkan yang kedua dengan cara menyatakan komplain, “aku heran kenapa penjaga kasirnya minta KTPku, padahal umurku sudah 20 tahun, masa’ wajahku gak kelihatan sih?” Humblebragging, menurut para peneliti, dilakukan untuk mendapatkan simpati dan kekaguman orang lain.
BACA JUGA: 8 Perbedaan Orang Sombong dan Percaya Diri, yang Manakah Anda?
Kedua tipe humblebragging ini terdengar cukup berbeda saat diucapkan, tapi keduanya sama-sama gak disukai orang-orang. Keduanya sama-sama terkesan negatif bagi orang lain. Masyarakat cenderung menganggap bahwa orang yang suka humblebrag itu kurang kompeten, kurang menghargai orang lain, kurang bisa dipercaya, egois dan kurang bisa bermurah hati pada orang lain.
Humblebrag, demikian sebutannya, pertama kali muncul di media cetak pada tahun 2002 dan sekarang menjadi salah satu kata yang baru ditambahkan ke kamus.
Francesca Gino, PhD, Michael I. Norton, PhD, dari Harvard Business School, dan Ovul Sezer, PhD, yang mendapatkan gelar doktornya di Harvard Business School dan adalah asisten profesor di Sekolah Bisnis Kenan-Flagler UNC meneliti hal ini.
“Orang-orang tidak suka ketika orang lain melakukan humblebrag karena mereka merasa tidak tulus,” kata Dr. Sezer kepada Reader’s Digest. “Ketulusan adalah dimensi kritis dari evaluasi sosial … itu dipandang sebagai hal mendasar bagi identitas orang.”
Dengan kata lain, orang-orang peduli apakah Anda tulus atau palsu. Bahkan, orang menghargai ketulusan bahkan di atas kompetensi dan kehangatan pada orang lain, demikian menurut Dr. Sezer. “Masalah dengan humblebrags ada dua: Ketika seseorang humblebrags, orang-orang dapat melihat sesumbar itu, dan mereka tidak menyukainya. Lebih dari itu, mereka dapat melihat upaya untuk menyembunyikannya, yang mereka akui sebagai tidak tulus.”
Bahkan, humblebragging, apakah terselubung dalam keluhan (seperti dalam keluhan Watson tentang tidak nyaman dengan ketenarannya) atau dalam kerendahan hati dianggap kurang efektif daripada menyombongkan diri secara langsung. Jadi, jika humblebragging tidak berfungsi, dan tidak ada yang menyukainya, mengapa kita masih melakukannya? Atau lebih tepatnya, mengapa teman kita?
Kita semua ingin menyoroti kualitas positif kita tanpa terlihat sombong.
Tak pelak, humblebragging merupakan riya. Riya adalah penyakit hati sang tidak jelas keberadaannya. Karena kapanpun dimanapun seseorang hendak beramal sifat ini selalu muncul tiba-tiba. Riya yang samar-samar ini ternyata berbahaya dan bisa mengakibatkan habis semua amal kebaikan kita.
BACA JUGA: Terlalu Takut Riya Jadi Tidak Beramal?
Riya sering diartikan melakukan ibadah ingin mendapat pujian dari orang lain. Menurut Al-Hafidz Ibnu Hajar al-Asqolani dalam kitabnya Fathul Baari berkata, “Riya ialah menampakkan ibadah dengan tujuan dilihat manusia, lalu mereka memuji pelaku amalan itu”. Imam Al-Ghazali, riya’ adalah mencari kedudukan pada hati manusia dengan memperlihatkan kepada mereka hal-hal kebaikan.
Sementara Imam Habib Abdullah Haddad pula berpendapat bahwa riya’ adalah menuntut kedudukan atau meminta dihormati daripada orang ramai dengan amalan yang ditujukan untuk akhirat.
Jadi, hati-hati, jangan sampai terjebak dalam humblebragging, ya… []
Sumber: idntimes.com | readerdigest.com