DEPOK—Dalam hidup, ada pertanyaan-pertanyaan besar (big questions) yang sangat mendasar perlu dijawab manusia. Pertanyaan-pertanyaan itu seperti what is reality, what is true, why am i here.
Jawaban atas pertanyaan tadi, pada titik tertentu, membentuk apa yang disebut worldview atau pandangan-alam. Hal tersebut disampaikan Dosen Pascasarjana UNIDA (Universitas Darussalam) Gontor, Dr. Syamsuddin Arif, dalam paparan bertajuk Sastra dan Worldview di acara The Good One Festival pada Sabtu (28/07/2018) lalu.
“Apa sih yang sebenarnya riil? Apakah kalau tidak berwujud benda, maka berarti tidak nyata? Apa itu kebenaran? Apakah yang rasional atau empirikal? Worldview inilah yang memengaruhi cara pandang manusia termasuk para sastrawan dan pegiat seni kebudayaan,” lanjut peraih dua gelar doktor yang biasa disapa Ustadz Syam itu.
Di hadapan peserta TGO yang didominasi milienial dan Gen Z itu, Ustadz Syam menerangkan, bahwa secara umum, worldview bisa diartikan sebagai kemampuan kita untuk memahami realitas. Seperti apa gambaran realitas itu di pikiran kita. Dengan kata lain, vision of reality.
Menurutnya, di dunia Barat, orang kristen sudah lama membicarakan pentingnya worldview. “Jadi boleh-boleh saja dan wajar saja jika kita bicara soal Islamic Worldview. Sebagaimana juga ada worldview kristen, hindu, budha, yahudi. Mereka punya worldview,” kata peneliti INSISTS (Institute for the Study of Islamic Thoughts and Civilizations) itu menerangkan.
Mengutip Freud, Ustadz Syam menjelaskan worldview itu sebagai bangunan intelektual, bangunan pemikiran. Kalau suatu bangunan ada komponen fisik, maka komponen worldview adalah ide-ide, konsep-konsep.
“Ada peribahasa, seperti katak dalam tempurung. Maka worldview itu seperti tempurung kita. Ada yang worldviewnya memang sebatas batok kelapa. Tapi ada yang worldviewnya luas, sampai ke akhirat,” lanjutnya dalam acara yang diadakan oleh CADIK Indonesia tersebut.
Ia menngungkapkan, penjelasan mutakhir mengenai worldview, dikemukakan oleh filosof muslim kontemporer, Profesor Syed Naquib Al-Attas. Secara ringkas, worldview disebut sebagai pemahaman kita tentang kebenaran (truth) dan kenyataan (reality).
“Misalnya soal truth. Kalau masih bilang semua manusia benar, semua agama benar, maka berarti masih error. Dalam hal reality, kalau bilang tuhan itu fiksi, surga itu fiksi, berarti masih error. Belum sesuai dengan the Worldview of Islam.”
Ustadz Syam menegaskan, karena landasan worldview islam itu adalah wahyu, kemudian Allah memberi karunia berupa akal, maka kita harus aktif bernalar, make a reason. Tak kurang ada 9 konsep inti yang tercakup dalam the Worldview of Islam. “Kalau ada yang bilang ‘kok saya tidak tahu ada Islamic worldview?’ Berarti ya, that’s your problem,” selorohnya disambut tawa hadirin.
Berlangsung di ruang pertemuan Code Margonda, Mall Depok Town Square, acara TGO disponsori oleh BAZNAS (Badan Amil Zakat Nasional) RI. Dukungan juga diberikan oleh berbagai komunitas, seperti ACI (Aku Cinta Islam), Indonesia Tanpa JIL (ITJ) Depok, Sekolah Pemikiran Islam (SPI), Forum Lingkar Pena (FLP), FSLDK Jadebek, MB (Muda Berdakwah), Roemah Abang, @infokajianjakarta, dan Repotret.
Selain seminar, TGO juga diisi monolog oleh Kun Anggiar Lanang (penulis buku The Art of Muslim Perspective), pemutaran 3 film pendek (Lidah Ayah, Ri Balla’, The Legend), diskusi film bersama 4 sineas muda (Ab Abdillah, Ijal Juanda, Ganiyu Rijal, Muhammad Yulius), pembacaan syair Syekh Hamzah Fansuri oleh Nila Rahma, serta mimbar refleksi Tasawuf dan Tragedi bersama Ismail Al-‘Alam. []