PAKISTAN terlahir dalam kondisi yang sulit, dan sepanjang sejarahnya menghadapi berbagai peristiwa yang rumit. India selalu menjadi musuh utamanya, karena memang sudah tertanam dalam struktur genetik nasionalisme Pakistan.
Dalam ingatan yang masih segar, masyarakat Pakistan masih mengingat peristiwa migrasi massal melintasi perbatasan. Banyak dari mereka meninggalkan tanah kelahiran mereka di berbagai wilayah India untuk menghindari kekerasan dan diskriminasi. Sebenarnya, hal itu bisa dikatakan bersifat timbal balik, karena orang-orang Hindu pun mengalami perjalanan yang sulit saat meninggalkan tempat mereka yang kini menjadi bagian dari Pakistan.
Begitulah, pakistan didirikan sebagai bentuk “pelarian” dari ketidakadilan sistem kasta di India. Ya, dulunya menjadi satu wilayah yang bernama British India (Britania India) di bawah kolonialisme Inggris. Namun setelah kemerdekaannya, Pakistan belum juga benar-benar terbebas sepenuhnya.
Umat Muslim di kedua negara (Pakistan & India) masih tertindas: di India, mereka menjadi minoritas yang terus mendapat diskriminasi, ada sekitar 200 juta penduduk “Pakistan lain” di India, jumlah yang begitu banyak, namun tentu sangat jauh dibanding populasi Hindu di India. Di Pakistan sendiri, mereka hidup dalam negara yang lemah pada kekuatan asing, baik secara ekonomi maupun politik.
Dalam negri, Pakistan tampak cukup kewalahan merespons dinamika politik dan keamanan yang muncul setelah penangkapan mantan Perdana Menteri Imran Khan beberapa waktu lalu, kemudian disusul demo besar-besaran para pendukung Imran yang berusaha long march menuju Islamabad, yang terakhir terjadi pada bulan November tahun lalu. [Sumber]
Dari sisi ekonomi, negara ini mengalami masa yang mungkin bisa dikatakan paling buruk sepanjang sejarah, dengan defisit anggaran yang besar, utang lebih dari 280 miliar dolar AS, dan inflasi yang melebihi 30 persen. Selain itu, Pakistan juga menghadapi krisis air dan energi. Tekanan ini diperparah oleh ketergantungan pada bailout dari IMF dan negara-negara seperti Cina dan lainnya, yang menempatkan kedaulatan ekonomi Pakistan dalam posisi lemah. [Sumber]
Sedangkan konflik India-Pakistan kali ini dipicu oleh isu Kashmir, serangan lintas batas, atau ketegangan sektarian, namun ada gejala dari penyakit yang lebih dalam: keterpecahan dunia Islam dalam kerangka nation state warisan kolonial yang menimbulkan ketegangan dimana-mana.
Seperti biasa, konflik tidak sebatas lokal maupun regional semata. Negara-negara besar seperti Amerika Serikat, Rusia, dan Cina memiliki hubungan langsung atau tidak langsung dalam ketegangan ini. AS, misalnya, menjual senjata dan mempertahankan pengaruh di kawasan dan agenda War On Terrorism yang absurd, sedangkan China juga memainkan peran strategis melalui investasi besar di kawasan; sementara Rusia ada kedekatan ke India dalam kepentingan geopolitik.
Keterpecahan dunia Islam ini menjadikan umat Islam lemah secara militer, politik, dan ekonomi. Setiap negara Muslim akhirnya harus menjalin aliansi dengan negara besar (AS, Rusia, Cina) untuk berusaha melindungi dirinya.
BACA JUGA: Jadi Imam Masjid di Pakistan, Seorang Transgender Ditangkap Polisi
Mungkin apa yang sedang terjadi bukanlah genderang Perang Dunia Ketiga atau perang nuklir yang dahsyat dan meluas. Namun, ini adalah sinyal tentang betapa sulit dan berbahayanya jika konflik dipindahkan ke kawasan itu, yang tidak lagi hanya sekadar kawasan rakyat yang tenggelam dalam mitos, candu, dan kisah epik yang bahkan para dewa dalam imajinasi masyarakatnya, tidak mampu menyelesaikannya dengan tuntas.
Doa terbaik untuk saudara muslim di Pakistan dan India. Pelajaran penting untuk dunia Islam kembali ke persatuan yang hakiki. Wallahu A’lam. []