• Home
  • Disclaimer
  • Iklan
  • Redaksi
  • Donasi
  • Copyright
Kamis, 3 Juli 2025
Islampos
  • Home
  • Beginner
  • Tahukah
  • Sirah
  • Renungan
  • Muslimbiz
    • Muslimtrip
  • Berita
  • Cari
Tidak ada Hasil
View All Result
  • Home
  • Beginner
  • Tahukah
  • Sirah
  • Renungan
  • Muslimbiz
    • Muslimtrip
  • Berita
  • Cari
Tidak ada Hasil
View All Result
Tidak ada Hasil
View All Result
Islampos
Home Fiksi

Disaster Jono

Oleh Mila
7 tahun lalu
in Fiksi
Waktu Baca: 4 menit baca
A A
0
Foto: dreamstime.com

Foto: dreamstime.com

1
BAGIKAN

 

MALAM ini, memandangi bulan, di dalam hatiku tengah terjadi proses yang begitu meremukan, menggerus semua. Bahwa aku bersumpah, akan di mana hari aku tak akan pernah bisa memberikan maaf untuknya—walaupun dalam bentuk sederhana. Hhh, sungguh berat apa yang kualami ini. Sungguh, siapa berani mengatakan kita telah beriman sedangkan kita belum pernah diberi ujian? Dan Jono, hhh, apa lagi yang bisa kutuliskan lagi tentangmu, ketika kau telah memperlakukanku begitu buruknya? Ibu, menangislah untuk anakmu…

***

“KENAPA, Pi?”

ArtikelTerkait

Tapi Ini Tanah Kami, Meski Duka dan Mati Tertanam di Sini

Hidup Itu Seperti UAP… Puisi Terakhir WS Rendra

Suamiku Mantan Majikanku

Gadis Cantik Sebagai Anugerah Tuhan

Aku menarik nafas. “Aku kan sudah bilang sama kamu berkali-kali… Kamu nggak ngerti juga?”

“Karena jilbab kamu itu? Halah, kamu sok hipokrit….”

Aku memandangi Jono dengan telak, sedikit tersinggung. Aku sudah merasa, percakapanku dengannya kali ini pun sudah tidak memberikan sesuatu yang berarti lagi—sama seperti yang kemarin-kemarin.

“Yah, terserah kamu sih, Jon…. Kamu juga tau ini bukan sesuatu yang mudah bagiku. Tapi aku musti, Jon…”

“Pia, tapi bukan berarti kamu musti mutusin hubungan kita. Kita udah jadian sekian lama, 4 taon, sejak SMP dulu. Aku, aku jelas sayang kamu, …”

“Sudah, Jon…” aku memotong, “kita nggak mungkin lagi terus berputar-putar di sini. Kamu harus belajar menerimanya, menerima dan atau bahkan menghormati keputusanku…”

“Kamu mengorbankanku…. Itu akibatnya kalo kamu keseringan gaul ama anak-anak mesjid itu…”

Aku menatap Jono makin telak. Bukan karena apa, tapi lebih karena aku membenci kata-katanya yang semakin tidak terkontrol.

Sepertinya tidak ada yang bisa kulakukan lagi untuk membuatnya mengerti. “Jon,” ujarku perlahan-lahan, “baiklah…. Aku mungkin sudah harus mengatakan ini kepadamu,…”

“Tapi, Pia….”

“Dengarkan aku dulu….. Kamu juga harus tahu ini berat bagiku. Tidak mudah ngeliat kamu tiap hari seperti ini, malah aku berpikir ingin pindah kelas aja, supaya nggak bisa ngeliat kamu seperti ini. Gimana-gimana juga, kita pernah deket. Tapi tolong Jon, begitu mahal dan panjang yang udah aku lakukan untuk bisa sampai ke titik ini…”

“Jadi ceritanya kamu tobat begitu…?”

“Ih, kamu makin ngaco deh Jon…. Aku cuma ngerasa apa yang kita lakukan selama itu adalah sebuah kesalahan. Susah ngomong sama kamu tentang hidayah…. Jon, ktia dulu pernah memulai hubungan kita yang salah itu dengan baik-baik, dan aku sudah berniat baik berusaha untuk ngebaik-baikin kamu untuk menyudahinya, tapi kamu selalu aja nggak ngerti dan nggak terima….”

Jono kali ini tidak berkata. Ia balik memandangiku dengan tajam. “Kamu tau, Pia….”

Aku terdiam, menarik nafas. Ruangan kelas yang kosong makin sunyi.

“Kamu, hidayah kentutmu…..!”

Jono beranjak, meninggalkanku. Ia membanting kursi yang didudukinya. Ia pun melakukan hal yang sama dengan pintu kelas. Aku beristighfar berkali-kali. Setitik air mata mulai jatuh ke pipi, dan sementara aku mulai menguatkan hati. Ini bukan apa-apa, walau itulah pertama kali Jono bersikap kasar kepadaku. Dan sejak hari ini, aku tahu ya Allah, bahwa hari-hari di kelas ini tak akan pernah lagi ramah dan mudah bagiku. Tapi jika itu harga yang harus kubayar atas begitu banyak kesalahan dan kesenangan pribadi yang tak tentu arah yang dulu kulakukan, maka itu semua memang sudah kupersiapkan.

***

SUARA telefon itu membangunkan tidur siangku. Siapa gerangan? Kemana orang-orang yang lain di rumah? Ketika aku sampai di ruangan tengah, kulihat mama sudah ada di sana juga. “Maaf, tadi mama lagi tanggung masak…. Ini dari Jono…”

Aku menggeleng lemah. Aku merasa malas mendengar namanya.

“Mau terima atau tidak?” tanya mama.

“Yah….”

“Pia, tidak baik begitu. Setidaknya kamu harus tetap bersikap baik pada orang, seburuk apapun orang memperlakukanmu…”

“Tapi, ma…”

“Baik kalau kamu tidak mau menerimanya…”

Aku tersenyum. Setelah mendengar mama mengatakan aku sedang tidak ingin menerima telefon, aku kembali berbalik ke kamar. Membaringkan diri, menerawang, aku tidak bisa tidur lagi. Hah Jono, kenapa kamu begitu picik dan kerdil? Sekarang, aku mendengar bahwa Jono dengan terang-terangan tengah mendekati Reza, teman sekelas kami yang banyak dianggap sebagai bintang kelas.

HP di meja belajar berdering. Aku sudah menduga itu Jono, dan memang benar. Merasa tidak punya pilihan lagi, akhirnya aku mengangkatnya. “Halo?”

“Pia, please deh, aku, aku butuh bantuanmu sekarang… Pi…”

Aku terdiam.

“Aku, aku… aku ngerasa nggak tentu arah, Pi…. Aku ngerasa hidupku nggak berarti lagi…. Aku cuman mau ngucapin selamat tinggal aja sama kamu….”

“Hah, Jono…. maksud kamu…., kamu di mana sekarang…?”

“Nggak penting lagi bagi kamu, Pi…. Aku teramat mencintaimu, aku kehilangan kamu, sangat….”

“Jon, kamu nggak sedang…. Macam-macam kan?”

Terdengar suara mendengus sekarang, “Hmm, apa bedanya buat kamu? Toh, kamu bukan siapa-siapa lagi….”

“Jono, ya Allah…” aku mulai panik, aku sebenarnya tidak merasa yakin dengan apa yang kutangkap, tapi sepertinya anak itu benar-benar nekad…

“Kamu mau ke sini dulu, Pi…? Ke rumahku? Aku, aku…. Aku…..” Jono menutup telefonnya.

Aku mengerutkan kening. Tanpa sempat berpikir lagi, aku segera meraih jilbabku dan tergopoh-gopoh meraih semua peralatan yang biasa kubawa pergi. Ketika melewati mama, aku hanya sempat berkata, “Ma, pergi dulu…” dan mama hanya menjawab dengan menggeleng-gelengkan kepalanya.

Jono mau bunuh diri, itu sepertinya. Ya Allah, betapa cengengnya anak lelaki itu. Hanya karena cinta. Ya Allah, betapapun yang akan dia lakukan, sesungguhnya tak akan pernah bisa menukarnya lagi dengan apa yang sudah kupilih sekarang: mengenaliMu itu.

Sepanjang perjalanan, sebisa mungkin aku mengucapkan doa dan dzikir apa saja yang kubisa yang memang tidak banyak yang kuhafal.

Sesampai di rumah Jono, suasana hening. Tapi pintu depan terbuka. Aku mengucapkan salam. Tidak terdengar jawaban. Tapi kemudian, Jono sendiri yang keluar, “Eh, Pia…. Kirain nggak datang…..”

Aku merasa mulai ada yang tidak beres. Saat itu tiba-tiba dari dalam muncul Reza, diikuti oleh beberapa gengnya yang lain. Aku terperanjat, nyaris tercekik. Sedang apa ia dan temen-temennya di sini…?

Jono menggandeng bahu Reza, begitu mesranya, aku terus-terang mau muntah melihatnya, karena begitu tak nyaman melihat pemandangan itu.

“Tuh kan Reza, aku kan sudah bilang, kamu sih nggak percaya aja…. Pia ini nggak pernah bisa ngelupain aku, ia selalu pengen aku balik lagi sama dia, tapi kan aku juga sudah bilang sama dia, aku sudah memilih kamu jadi pacarku….”

Ya Allah, aku merasa langit runtuh menimpaku! []

 

Tags: cinta
ShareSendShareTweetShareScan
Advertisements
ADVERTISEMENT
Previous Post

Seketika Lupa

Next Post

Sepanjang 2017, 3.000 Warga Asing Masuk Islam di UEA

Mila

Mila

Terkait Posts

Palestina, Semangka, tanah, Pelajaran dari Gaza, Palestina, Palestina

Tapi Ini Tanah Kami, Meski Duka dan Mati Tertanam di Sini

6 November 2023
Hadits tentang Sabar, Konsultasi Kesehatan, Puisi Terakhir WS Rendra

Hidup Itu Seperti UAP… Puisi Terakhir WS Rendra

10 Oktober 2023
KDRT, Balasan bagi Orang yang Suka Memaki dan Menyakiti Orang Lain, Suamiku

Suamiku Mantan Majikanku

17 Agustus 2023
cantik, Rukun Islam, Amal Penghapus Dosa

Gadis Cantik Sebagai Anugerah Tuhan

9 Maret 2023
Please login to join discussion

Tulisan Terbaru

Ipar Adalah Maut, Suami Nikah Lagi, Hukum Wanita Melamar Pria, Istri, Nikah, Rujuk, Jodoh

10 Ciri Dia Itu Jodohmu!

Oleh Haura Nurbani
3 Juli 2025
0

Kucing, Hukum Jual Beli Kucing dalam Islam

Kucing Datang ketika Kita Makan, Pertanda Apa?

Oleh Haura Nurbani
2 Juli 2025
0

Buncit

Kenapa Lelaki Semakin Buncit Semakin Tidak Sehat?

Oleh Haura Nurbani
2 Juli 2025
0

Keistimewaan Wanita Berhijab, Fiqih

4 Ilmu Fiqih yang Wajib Diketahui oleh Perempuan

Oleh Dini Koswarini
2 Juli 2025
0

Larangan Rasulullah dalam Berdagang, Akad Istishna Keuangan, Keuangan

Gimana Sih Cara Atur Keuangan Rumah Tangga?

Oleh Dini Koswarini
2 Juli 2025
0

Terpopuler

Inilah Jenis-Jenis Talak dari Segi Ucapan yang Harus Diketahui Suami-Istri

Oleh Yudi
23 Juli 2024
0
hak dan kewajiban suami istri, NAFKAH, talak, rumah tangga, suami, aurat

Ini adalah talak yang diucapkan oleh seorang suami kepada istrinya dengan lafadz atau ucapan yang jelas dan terang.

Lihat LebihDetails

Ciri-ciri Motor yang Harus Sudah Ganti Oli

Oleh Haura Nurbani
28 Juni 2025
0
Motor

Berikut ini adalah ciri-ciri motor yang sudah waktunya ganti oli dan sebaiknya jangan diabaikan.

Lihat LebihDetails

6 Negara dengan Pertumbuhan Umat Islam Terbanyak di Dunia

Oleh Yudi
1 Juli 2025
0
muslima

Indonesia saat ini adalah negara dengan jumlah muslim terbesar di dunia, yaitu sekitar 230 juta jiwa atau lebih dari 87%...

Lihat LebihDetails

Kenapa Lelaki Semakin Buncit Semakin Tidak Sehat?

Oleh Haura Nurbani
2 Juli 2025
0
Buncit

Berikut penjelasan mengapa lelaki yang semakin buncit justru semakin tidak sehat!

Lihat LebihDetails

7 Faktor yang Membuat Anak Membenci Ayahnya

Oleh Yudi
30 Juni 2025
0
rasa benci, anak, ayah

Anak kehilangan rasa hormat dan bangga terhadap ayahnya, bahkan bisa berbalik membencinya karena perilaku buruk tersebut.

Lihat LebihDetails
Facebook Twitter Youtube Pinterest Telegram

© 2022 islampos - Membuka, Menginspirasi, Free to Share.

Tidak ada Hasil
View All Result
  • Home
  • Beginner
  • Tahukah
  • Sirah
  • Renungan
  • Muslimbiz
    • Muslimtrip
  • Berita
  • Cari

© 2022 islampos - Membuka, Menginspirasi, Free to Share.