PADA hari Senin, ketika kaum muslim mendirikan shalat Subuh di belakang Abu Bakar r.a., mereka terkejut melihat Rasulullah ﷺ menyibakkan tirai kamar Aisyah, lalu memandangi mereka yang sudah berbaris rapi untuk shalat.
Rasulullah ﷺ tersenyum dan tertawa sekilas. Abu Bakar r.a. mundur dari tempat imam, karena mengira bahwa Rasulullah akan shalat bersama mereka. Hampir saja kaum muslim membatalkan shalat karena gembira melihat Rasulullah keluar dari kamarnya.
Namun, Nabi memberi isyarat agar mereka menyelesaikan shalat. Selanjutnya Rasulullah kembali memasuki kamar dan menutup tirainya.
Saat waktu duha pada hari yang sama telah berlalu, Rasulullah ﷺ memanggil istri-istri dan keluarganya.
Fatimah al-Zahra r.a. yang segera menemui Rasulullah terlihat sangat berduka melihat ayahandanya yang sangat menderita dan berusaha menahan rasa sakit yang teramat berat.
BACA JUGA: Bumbu Cinta dari Dua Kubu Istri Rasulullah
Ia bertanya kepada Rasulullah ﷺ, “Teramat sakitkah, duhai Ayah?”
Rasulullah ﷺ menjawab, “Setelah hari ini, ayahmu tidak akan lagi merasakan derita, wahai Fatimah.”
Kemudian Rasulullah ﷺ memanggil Hasan dan Husain, mencium keduanya, lalu mewasiatkan kebaikan kepada mereka. Setelah itu Rasulullah memanggil istri-istrinya, menasihati, dan mengingatkan mereka.
Rasulullah ﷺ akhirnya berwasiat kepada seluruh manusia, “Dirikanlah shalat, dirikanlah shalat, dan perlakukanlah budak-budak kalian dengan baik.”
Rasulullah ﷺ mengulangi wasiatnya itu berulang kali. Terdengar tarikan napas Rasulullah ﷺ semakin pendek-pendek sehingga Aisyah r.a. segera menyandarkan kepala beliau di atas pangkuannya.
Aisyah r.a. menuturkan saat-saat terakhir perjumpaannya dengan Rasulullah ﷺ, “Nikmat terbesar sepanjang hidupku adalah bahwa Rasulullah wafat di rumahku, di hariku, di antara waktu pagi dan siangku; dan sesungguhnya Allah menghimpun air ludahku dan air ludahnya di saat kematiannya.
“Abdurahman ibn Abu Bakar memasuki kamar dengan siwak di tangannya. Rasulullah bersandar di pangkuanku dan aku melihatnya me-mandangi siwak yang dibawa Abdurrahman sehingga aku men-duga beliau ingin bersiwak.
Aku bertanya, ‘Maukah kuambilkan untukmu?’
Rasulullah menganggukkan kepalanya. Lalu kuambil siwak itu. Namun, Rasulullah tampak semakin payah. Aku bertanya lagi, ‘Kulembutkan untukmu?’
Rasulullah ﷺ mengangguk sekali lagi. Lalu aku melembutkan siwak itu—atau meminta seseorang untuk melembutkannya.”
Usai bersiwak, Rasulullah ﷺ mengangkat tangannya atau jari-jarinya, sementara pandangannya menembus atap rumah. Kedua bibirnya tampak bergerak-gerak.
Aisyah mendengarnya berkata lirih, “Bersama orang-orang yang Engkau beri nikmat di antara para nabi, shiddiqin, syuhada, dan shalihin. Ya Allah ampunilah aku, sayangilah aku, dan pertemukan aku dengan Kekasih Yang Mahatinggi. Ya Allah, Engkaulah kekasih Yang Mahatinggi.”
Rasulullah ﷺ wafat di ujung waktu duha hari Senin 12 Rabiul Awal 11 Hijriah, ketika genap berusia 63 tahun lebih empat hari menurut hitungan tahun qamariah.
BACA JUGA: Kisah Wanita Penghuni Surga Bersama Rasulullah
Ummu Ayman r.a. pengasuh Nabi menangis keras sehingga seseorang bertanya kepadanya, “Wahai Ummu Ayman, apakah kau menangis karena kepergian Rasulullah?”
Ummu Ayman menjawab, temi Allah, aku menangis bukan karena aku tahu bahwa Rasulullah pergi ke tempat yang lebih baik dari dunia. Aku menangis karena kabar dari langit telah terputus!”
Para sahabat menangis keras seakan mereka tak pernah menangis sebelumnya. Para wanita menangis sejadinya. Semua orang yang mendengar kabar duka itu menangis keras seakan-akan mereka tak pernah menangis sebelumnya.
Kota suci Madinah berkabung, bahkan seluruh semesta berduka. []
Sumber: Kisah Hidup Abu Bakar Al-Shiddiq/Karya: Mustafa Murrad/Penerbit: Zaman/2007