DI tengah gempuran arus informasi dan derasnya budaya global, tugas menyampaikan kebaikan atau berdakwah kini tidak lagi terbatas pada mimbar masjid dan majelis taklim. Hari ini, dakwah telah bertransformasi masuk ke dunia digital, merambah platform seperti Instagram, TikTok, YouTube, dan Twitter (X). Dan menariknya, para pelakunya kini banyak berasal dari kalangan milenial.
Milenial Melek Teknologi, Siap Berdakwah
Generasi milenial—yang lahir di rentang tahun 1980-an hingga awal 2000-an—tumbuh dalam era transisi digital. Mereka adalah generasi yang adaptif, kreatif, dan sangat terbiasa menggunakan teknologi dalam kehidupan sehari-hari. Tak heran jika banyak dari mereka mulai menjadikan media sosial bukan hanya untuk hiburan, tetapi juga sebagai panggung dakwah.
BACA JUGA:Â Cara Menjaga Lisan di Era Media Sosial agar Tak Tergelincir ke Dalam Neraka
Mulai dari kajian singkat di Instagram Story, thread dakwah di Twitter, podcast Islami, hingga konten video bertema keislaman di YouTube dan TikTok—semuanya membuktikan bahwa dakwah kini bisa dilakukan dari ujung jari.
Namun, seiring dengan peluang besar ini, ada pula tantangan-tantangan yang tidak bisa diabaikan.
Tantangan Dakwah Digital di Kalangan Milenial
1. Konten Cepat Hilang, Daya Tahan Rendah
Media sosial sangat dinamis. Konten hari ini bisa viral, tapi besok sudah tenggelam. Ini membuat dakwah digital harus terus konsisten, inovatif, dan relevan agar tidak kehilangan audiens.
2. Persaingan dengan Konten Hiburan
Dakwah harus bersaing dengan konten hiburan yang lebih ringan dan instan. Ketika konten Islami disajikan terlalu berat atau monoton, maka audiens mudah berpaling ke hal lain yang lebih menghibur.
3. Fenomena Ustaz/Influencer Instan
Tak jarang muncul “ustaz digital” dadakan yang belum matang secara keilmuan. Ini berisiko menyebarkan pemahaman yang dangkal atau bahkan salah. Dakwah butuh landasan ilmu, bukan sekadar viral.
4. Polarisasi dan Perdebatan di Kolom Komentar
Alih-alih menyatukan, kadang konten dakwah justru memicu debat berkepanjangan di komentar. Hal ini harus dikelola dengan hikmah agar dakwah tetap menjadi perekat, bukan pemecah.
Peluang Besar di Depan Mata
Meski penuh tantangan, generasi milenial justru memegang kunci masa depan dakwah digital. Berikut beberapa peluang yang bisa dimaksimalkan:
1. Menjangkau Audiens Global
Melalui internet, satu konten dakwah bisa ditonton oleh jutaan orang lintas negara dan budaya. Ini membuka peluang dakwah yang sebelumnya tidak terbayangkan.
2. Kreativitas Tanpa Batas
Milenial dikenal kreatif. Dakwah bisa dikemas dalam bentuk animasi, vlog, sketsa, musik islami, hingga stand-up dakwah. Semua itu membuat pesan agama lebih mudah diterima dan dinikmati.
3. Dakwatainment: Edukasi + Hiburan
Kombinasi antara dakwah dan hiburan (edutainment) terbukti efektif. Selama tidak melanggar batas syariat, pendekatan ini bisa menjadikan agama terasa lebih dekat dan membumi.
4. Gerakan Kolektif
Milenial bisa membentuk komunitas dakwah digital—baik di kampus, kantor, atau media sosial. Gerakan kolektif ini memperkuat pesan, memperluas jangkauan, dan membangun ekosistem kebaikan.
Tips untuk Milenial yang Ingin Berdakwah Digital
-
Perkuat Ilmu Agama
Jangan hanya bermodalkan niat. Pelajari dasar-dasar agama, adab berdakwah, dan sumber-sumber rujukan yang sahih. -
Kenali Audiensmu
Sesuaikan gaya komunikasi dan platform dengan target dakwahmu. Gen Z butuh gaya berbeda dengan ibu-ibu majelis taklim. -
Gunakan Narasi Positif
Sampaikan kebenaran dengan kelembutan. Jangan mudah menyalahkan, tapi ajak dengan kasih sayang. -
Konsisten dan Sabar
Dakwah adalah proses panjang. Jangan kecewa jika konten tidak langsung viral. Yang penting istiqamah.
BACA JUGA:Â Efek Media Sosial terhadap Kesehatan Mental: Manfaat dan Risikonya
Penutup: Dari Timeline Menuju Jalan Dakwah
Dakwah tidak lagi menunggu panggilan mimbar. Ia bisa dilakukan dari balik layar laptop, melalui caption yang menginspirasi, video singkat yang menyentuh, atau sekadar tweet yang mengajak kebaikan.
Generasi milenial punya potensi besar untuk menjadi pelopor dakwah digital. Tinggal bagaimana mereka mengelola niat, memperkuat ilmu, dan merangkul teknologi sebagai alat untuk menyebar cahaya Islam.
Karena hari ini, jalan dakwah itu tak melulu menembus hutan atau pelosok desa. Kadang, ia justru dimulai dari membuka aplikasi dan mengetik dengan hati. []