Oleh: Dokter Monte Selvanus
Tulisan telah dimuat di buku “Melejitkan Potensi yang Tersembunyi”
DI sebuah bandara, pesawat X jurusan Surabaya mengalami keterlambatan. Penyebabnya adalah kerusakan mesin dan memerlukan perbaikan yang cukup lama. Kemungkinan perbaikan itu hingga 1 hari lamanya. Kontan saja penumpang pesawat X jurusan Surabaya menjadi gempar.
Berbondong-bondong mereka menuju ke ruang manajer pesawat X untuk meminta pertanggungjawaban atas keterlambatan ini. Rata-rata mereka menjadi emosi dan gelisah.
“Bagaimana ini! Saya kan ada meeting penting bernilai milyaran rupiah hari ini. Kalau saya tidak datang, saya rugi besar! Apa kamu kira kamu bisa mengganti kerugian saya?” kata seorang bapak setengah baya kepada manajer pesawat X.
BACA JUGA: Mengharukan, Ini Jejak Digital Terakhir dari Pramugari Lion Air JT 610
“Iya pak, kami tahu…tapi mau bagaimana lagi…” jawab sang manajer.
“Brakkk!” suara meja digebrak seorang bapak setengah baya
“Kami tahu…kami tahu bagaimana! Usahakan kek supaya cepat, saya beli tiket VVIP supaya cepat sampai Surabaya. Tapi yang saya dapat pelayanan kacangan kayak begini. Mananya yang profesional? Payah!” kata bapak itu.
Sang manajer hampir terloncat dari kusinya. Ia hanya terdiam, kemudian sang manajer berkata,
“…untuk ganti rugi tiket Bapak, akan kami bayar penuh…”
“Tiket seperti ini,” kata bapak setengah baya itu, “Bisa saya beli sejuta lembar.” Kemudian bapak itu merobek-robek tiket itu di depan sang manajer dan mencampakkannya ke muka si manajer. “Aku muak!” tambahnya seraya meninggalkan kantor manajer sambil sebelumnya membanting pintu kencang-kencang. “Duarrr!!”
Kemudian satu per satu datanglah penumpang yang lain yang juga mengajukan komplain atas keterlambatan ini. Rata-rata mereka menumpahkan kemarahan dan kekecewaan atas pelayanan transportasi udara ini. Ada yang mencampakkan tiketnya seperti bapak setengah baya tadi, ada yang memaki-maki dan ada pula yang meminta ganti rugi setinggi langit.
Ketika suasana sudah tenang, sudah tidak nampak penumpang yang marah-marah di dalam kantor manajer, datanglah seorang kakek menemui manajer, “Selamat siang pak.”
Manajer, “Selamat siang Pak, ada yang bisa saya bantu?”
Kakek, “Saya penumpang pesawat X yang mengalami keterlambatan itu.”
“Oh iya Pak, untuk ganti rugi tiket Bapak bisa dilakukan di loket kami Pak,” sambung manajer.
Kakek, “Oh tidak, saya ke sini bukan untuk menanyakan soal itu. Saya ke sini ingin mengucapkan terima kasih.”
Sang manajer setengah tidak percaya, di saat orang lain marah-marah lantaran pesawatnya terlambat, namun si kakek di depannya malah mengucapkan terima kasih. What’s up pikir manajer. “Mohon maaf bapak, boleh saya tahu mengapa bapak malah berterima kasih atas pengumuman keterlambatan ini?”
Kakek itu menjawab, “Sebagai penumpang sebenarnya saya juga kecewa karena tidak bisa segera berangkat. Tapi saya jauh lebih berterimakasih atas informasi keterlambatan ini dan kesigapan dari tim bapak mengontrol pesawat. Coba bayangkan seandainya pesawat itu tidak dikontrol, kemudian diijinkan terbang padahal mesin dalam keadaan rusak. Apa jadinya? Bisa jadi pesawat itu mengalami kebakaran dan lebih fatal lagi jika pesawat itu meledak di udara. Mungkin tidak ada satu pun dari penumpang pesawat itu yang selamat. Oleh karena itu saya harus menyampaikan ucapan terima kasih atas pemberitahuan ini.“ Kemudian si kakek menjabat tangan manajer dengan erat, dan berpamitan, “Kalau begitu saya permisi dulu, saya mau menukar tiket ini dengan ganti rugi yang telah disediakan.”
Si manajer tertegun mendengar penuturan yang jujur dari si kakek. Sebelumnya ia sudah siap “disemprot” lagi, tapi ternyata si kakek menunjukkan simpatik yang amat dalam. Hati manajer ini menjadi cair dan haru. Lalu ia buru-buru bangkit dan mengejar si kakek.
BACA JUGA: Status Pramugari Lion Air JT610 Sebelum Jatuh: It’s Dark Inside
“Bapak…bapak, maaf bisa tunggu sebentar…” panggil manajer.
Setelah manajer berhadapan dengan si kakek, ia berkata, “Maaf bapak, apakah bapak masih berkenan pergi ke Surabaya?”
“O ya tentu saja, saya tetap akan pergi ke Surabaya hari ini. Mungkin setelah ini saya akan terus ke stasiun kereta api,” jawab si Kakek.
Si manajer tersenyum lega, “Bapak, sebenarnya kita masih ada 1 pesawat lagi yang akan menuju Surabaya. Memang ini bukan pesawat penumpang, melainkan pesawat barang. Tetapi di dalamnya ada kursi penumpang sebanyak 12 buah. Kalau bapak berkenan, bapak nanti bisa naik pesawat tersebut. Kurang lebih ½ jam lagi pesawat nya berangkat. Mari Bapak ikut saya ke ruang lobi kami,” kata manajer.
“Alhamdulillah….” kata kakek penuh kelegaan. “Tentu saja saya bersedia pak.”
Setengah jam kemudian pesawat barang X berangkat ke Surabaya dan si kakek pun akhirnya bisa sampai ke Surabaya hari itu.
Bayangkan jika seandainya si kakek ini juga marah-marah seperti penumpang yang lain. Tidak mungkin si manajer menawarkan kursi padanya. “Look at the bright sight” dan “Positive Thinking” begitu kata pepatah, dan kata Ustadz, “Diambil hikmahnya.” Semua peristiwa atau kejadian sebenarnya selalu ada hikmahnya. Hanya seringkali manusia tidak bisa mengambil hikmah di balik semua peristiwa yang terjadi. Hanya satu alasannya mengapa seperti itu, karena kebanyakan manusia selalu mengedepankan ego-nya, aku-nya dan emosi-nya daripada berfikir secara positif dan logis. []