SUATU hari datang seorang tamu yang mengunjungi Umar bin Khaththab. Orang itu datang dengan maksud untuk mengadukan keburukan perilaku istrinya yang senantiasa berkata kasar dan keras kepadanya.
Ketika orang itu sudah sampai di rumah Umar. Orang itu berdiri di depan pintu rumah Umar karena ia belum mendapat izin masuk.
BACA JUGA: Khalifah Umar Mencari Keadilan
Tiba-tiba terdengar olehnya suara istri Umar mengeluarkan kata-kata kasar dan keras kepada sang Umar.
Orang itu tidak mendengar Umar berkata sedikitpun dalam menghadapi istrinya tersebut, Umar diam saja. Tanpa menjawab umpatan dan kata-kata istri tercintanya.
Mengetahui hal yang demikian itu, sang tamu tiba-tiba merasa malu dan beberapa saat kemudian ia lantas membalikkan langkah seraya bergumam, “Jika demikian keadaan Umar bin Khaththab yang terkenal keras dan tegas, apalagi ia merupakan seorang khalifah, betapa pula dengan saya!”
Ketika orang itu sudah berbalik langkah hendak kembali ke rumahnya, Umar keluar dan melihatnya. Lalu, sang khalifah memanggilnya seraya bertanya, “Apa keperluanmu, wahai saudaraku?”
“Wahai Amirul Mukminin,” jawab orang itu selepas mengucapkan salam dan berbagi sapa sejenak dengan sang khalifah yang dihormatinya itu. “Sejatinya saya datang untuk mengadukan kepadamu perihal keburukan perilaku istri saya. Tapi, ketika saya sampai di sini, saya mendengar istrimu ternyata bersikap demikian pula kepadamu. Maka, saya berucap dalam hati, jika demikian keadaan Amirul Mukminin dengan istrinya, betapa pula saya dengan istri saya. Saya pun membatalkan niat saya tersebut dan bermaksud akan pulang.”
“Wahai saudaraku! Saya memaafkan istri saya karena beberapa sebab, ia adalah juru masak makananku, membuatkan roti untukku, mencucikan pakaianku, dan menyusui anak-anakku. Padahal, semua itu tidak wajib atas dirinya. Selain itu, ia menenangkan hatiku dari perbuatan haram. Karena itu, saya memaafkannya,” ucap Umar.
BACA JUGA: Ketik Musuh Allah Mendengar tentang Umar bin Khattab
“Wahai Amirul Mukminin! Demikian pula halnya dengan istri saya,” ucap sang tamu.
“Maafkanlah dia, wahai saudaraku. Karena sikapnya yang demikian tidaklah lama!” saran Umar.
Betapa gembira sang tamu mendapat pengarahan demikian. Segera ia memohon diri kepada khalifah untuk kembali ke rumahnya. Dan, sejak saat itu, orang tersebut tak pernah bersikap dan bertindak keras terhadap istri tercintanya. []
Sumber: Pesan Indah dari Makkah dan Madinah/ Penulis: Ahmad Rofi’ Usmani/ Penerbit: Mizan/ 2008