JAKARTA—Seringnya wilayah Indonesia mengalami kejadian gempa mengingatkan akan pentingnya alat pendeteksi tsunami atau Buoy.
Buoy bekerja berdasarkan gelombang tsunami air laut yang dideteksi oleh sensor yang ditempatkan di Ocean Bottom Unit (OBU). OBU akan secara langsung mengirim data melalui underwater acoustic modem ke buoy tsunami yang terpasang di permukaan laut. Kemudian, buoy tsunami mengirim data tersebut via satelit ke pusat pemantau tsunami Read Down Station (RDS), di Indonesia terdapat di Gedung I BPPT lantai 20. Buoy dapat mengirimkan peringatan tsunami selang 10 menit setelah terjadinya gempa.
BACA JUGA:Â BNPB Siapkan Dana Darurat 560 Miliar untuk Bantuan Gempa Palu
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyebut Indonesia membutuhkan alat tersebut, karena wilayahnya dikelilingi perairan.
“Menurut saya (Buoy) sangat diperlukan, wilayah indonesia itu rawan tsunami, kejadian tsunami sering terjadi dan menimbulkan banyak korban,” kata Kepala Pusat Data, Informasi, dan Hubungan Masyarakat BNPB, Sutopo Purwo Nugroho, Ahad (30/9/2018).
Berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), usai peristiwa gempa dan tsunami di Aceh, sebanyak 22 buoy disebar di seluruh wilayah Indonesia dari Aceh hingga Papua. Sembilan unit dimiliki oleh Indonesia, sepuluh unit milik Jerman, satu unit Malaysia, dan dua unit milik Amerika Serikat.
Sutopo mengatakan Buoy milik Indonesia kini sudah tidak aktif. Alat tersebut sudah tak beroperasi sejak 2012 silam.
Selain itu, kata Sutopo, pengetahun masyarakat, sikap perilaku, dan antisipasi tsunami masih sangat minim sehingga diperlukan pendeteksi tsunami yang ditempatkan di laut. Ketiadaan alat tersebut sangat berpengaruh pada proses sosialisasi penanggulangan bencana.
BACA JUGA:Â BNPB: Jenazah Korban Gempa Sulteng Segera Dimakamkan
Namun, ungkap Sutopo, detail keterangan terkait tsunami early warning sistem di Indonesia sejatinya dikoordinasi oleh BMKG.
“Dulu (anggaran) sempat hampir mendekati Rp2 triliun, tahun ini hanya Rp700 juta. Ini jadi kendala, di satu sisi ancaman bencana meningkat, masyarakat yang terpapar terisiko semakin meningkat, kejadian bencana meningkat. Memasang peringatan dini dan semacamnya menjadi terbatas karena anggarannya memang terus berkurang,” tutur Sutopo. []
SUMBER: SINDONEWS | KUMPARAN