PERNIKAHAN dalam Islam adalah ikatan suci yang tidak hanya mengatur urusan lahiriah, tetapi juga batiniah, termasuk di dalamnya kebutuhan biologis. Salah satu aspek penting dalam kehidupan rumah tangga adalah hubungan suami istri, yang tidak hanya berfungsi sebagai pemenuhan hasrat, tetapi juga sebagai bentuk kasih sayang, ketenangan, dan penjaga kehormatan. Namun, bagaimana jika seorang istri merasa enggan berhubungan intim dengan suaminya karena alasan usia yang sudah tua?
Pertanyaan ini kerap muncul di tengah masyarakat, terutama ketika pasangan suami istri telah memasuki usia lanjut. Mari kita bahas dari beberapa sudut pandang: syariat Islam, kesehatan, dan psikologi rumah tangga.
BACA JUGA: Yang Tidak Disukai Istri dari Suami Ketika Jima
1. Perspektif Syariat Islam
Dalam Islam, hubungan suami istri merupakan hak dan kewajiban kedua belah pihak. Allah berfirman:
“Istri-istri kalian adalah ladang bagi kalian, maka datangilah ladang kalian itu kapan saja kalian kehendaki…” (QS. Al-Baqarah: 223)
Hadis Nabi Muhammad SAW juga menekankan pentingnya istri memenuhi kebutuhan suami:
“Jika seorang suami memanggil istrinya ke tempat tidur lalu istrinya enggan, maka malaikat melaknatnya hingga pagi.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Namun, ulama menjelaskan bahwa perintah ini tidak bersifat mutlak tanpa syarat. Dalam Fath al-Bari, Imam Ibnu Hajar al-Asqalani menegaskan bahwa hak suami dalam hubungan intim tetap harus memperhatikan kondisi fisik dan psikis istri. Jika istri memiliki alasan syar’i, seperti sakit, kelelahan, atau ketidaknyamanan yang nyata, maka penolakannya tidak berdosa.
Begitu pula sebaliknya: apabila suami sudah lanjut usia namun masih memiliki kemampuan biologis, maka ia tetap memiliki hak untuk berhubungan, selama tidak membahayakan salah satu pihak.
2. Faktor Usia dan Kesehatan
Usia tua bukanlah penghalang mutlak untuk berhubungan intim, tetapi kondisi kesehatan kerap menjadi faktor penentu. Banyak pria lanjut usia masih aktif secara seksual, meskipun tentu mengalami penurunan dalam hal frekuensi atau kekuatan. Jika suami masih sehat dan mampu, maka kebutuhan biologisnya masih wajar untuk dipenuhi.
Namun, jika hubungan itu menimbulkan ketidaknyamanan fisik atau mental bagi istri — misalnya karena kondisi suami yang sudah sangat renta, atau karena hubungan itu dilakukan tanpa kelembutan — maka penolakan bisa dibenarkan dengan alasan kesehatan dan psikologis.
3. Pentingnya Komunikasi dan Kasih Sayang
Alasan penolakan istri hendaknya dikomunikasikan secara baik dan lembut. Islam sangat menganjurkan musyawarah dalam keluarga. Allah berfirman:
“Dan bermusyawarahlah kamu dengan mereka dalam urusan itu…” (QS. Ali Imran: 159)
Hubungan intim bukan hanya persoalan fisik, melainkan juga emosi dan kasih sayang. Jika seorang istri merasa tidak nyaman, ia sebaiknya menyampaikan hal itu kepada suami dengan penuh adab dan kelembutan. Sebaliknya, suami yang bijak akan memahami kondisi istri, terutama bila permintaan ditolak karena alasan yang logis.
Dalam beberapa kasus, suami yang sudah tua bisa saja memaksakan kehendak, bahkan dengan ancaman dosa, padahal hubungan itu tidak lagi dilakukan dengan cinta dan kelembutan, melainkan sekadar pemuasan ego. Ini bertentangan dengan semangat pernikahan Islam yang mengedepankan mawaddah wa rahmah (kasih dan sayang).
4. Solusi Jika Timbul Ketidakharmonisan
Jika masalah ini menimbulkan ketegangan dalam rumah tangga, sebaiknya pasangan melakukan pendekatan melalui:
-
Konsultasi ke ahli: seperti dokter atau konselor pernikahan, untuk memahami kondisi biologis masing-masing pihak.
-
Peningkatan komunikasi: bicara dari hati ke hati untuk menemukan solusi terbaik.
-
Pendekatan spiritual: memperbanyak ibadah bersama, mempererat ikatan batin.
Bolehkah Menolak?
Jawabannya: boleh, jika ada alasan syar’i dan logis, seperti:
-
Suami sudah sangat tua dan kondisi fisiknya membuat hubungan menjadi membahayakan atau menyakitkan.
-
Istri mengalami tekanan psikis yang nyata akibat permintaan tersebut.
-
Hubungan intim tidak lagi dilandasi cinta, tetapi lebih bersifat paksaan atau beban.
Namun, penolakan tersebut tetap harus dilakukan dengan cara yang baik, tidak menghina atau menyakiti perasaan suami. Jika penolakan dilakukan tanpa alasan yang jelas, hanya karena jijik pada usia tua suami, maka hal ini bisa berdosa karena menelantarkan hak pasangan.
BACA JUGA: Suami Istri Wajib Tahu, Ini Larangan Jima di Siang Hari Ramadhan
Islam memuliakan pernikahan sebagai ikatan yang dilandasi oleh saling memahami, bukan semata-mata nafsu. Oleh karena itu, baik suami maupun istri hendaknya menempatkan hubungan biologis dalam kerangka kasih sayang, bukan pemaksaan.
Usia tua bukanlah akhir dari kehidupan pernikahan. Bahkan di usia senja, pasangan bisa tetap saling mencintai, menyentuh, dan menjaga kebutuhan masing-masing dengan cara yang lebih dewasa dan penuh kelembutan. Jika ada perbedaan keinginan, maka komunikasi dan empati menjadi kunci. Rumah tangga yang bahagia bukan yang tanpa masalah, tetapi yang mampu melewati masalah dengan cinta dan saling pengertian. []