PERTANYAAN “Apakah rezeki saya seret karena saya sering menunda shalat?” adalah kegelisahan yang umum dirasakan banyak Muslim. Ketika usaha terasa berat, pemasukan terasa kurang, atau kebutuhan hidup seolah tak kunjung tercukupi, banyak yang mulai introspeksi dan mengaitkannya dengan kualitas ibadah. Ini adalah pemikiran yang wajar, karena dalam Islam, hubungan antara seorang hamba dengan Penciptanya adalah poros dari segala aspek kehidupan, termasuk rezeki.
Namun, benarkah ada hubungan langsung antara menunda shalat dengan rezeki yang tertahan? Jawabannya lebih dalam dari sekadar “ya” atau “tidak”. Ini menyangkut konsep rezeki, kedudukan shalat, dan hukum sebab-akibat dalam kerangka spiritual Islam.
1. Memahami Kembali Makna Rezeki
Langkah pertama adalah meluruskan pemahaman kita tentang rezeki. Dalam Al-Qur’an, rezeki (الرزق) tidak pernah dipersempit maknanya hanya sebatas uang atau materi. Rezeki adalah segala pemberian dari Allah yang bermanfaat bagi makhluk-Nya. Ini mencakup:
BACA JUGA: 20 Perbedaan Gaji dan Rezeki
- Kesehatan: Kemampuan untuk bernapas tanpa alat bantu adalah rezeki.
- Ketenangan Jiwa: Hati yang damai, bebas dari kecemasan berlebih adalah rezeki.
- Keluarga yang Harmonis: Pasangan yang setia dan anak-anak yang saleh adalah rezeki.
- Ilmu yang Bermanfaat: Kemudahan memahami pengetahuan dan mengamalkannya adalah rezeki.
- Waktu Luang: Kesempatan untuk beristirahat dan beribadah adalah rezeki.
- Keimanan dan Islam: Inilah puncak dari segala rezeki.
Ketika kita memahami luasnya makna rezeki, kita sadar bahwa “rezeki yang seret” mungkin bukan berarti gaji yang menurun, melainkan hilangnya ketenangan, seringnya sakit, atau masalah keluarga yang tak kunjung usai.
2. Shalat adalah Kunci, Bukan Sekadar Kewajiban
Shalat adalah tiang agama dan amalan pertama yang akan dihisab pada Hari Kiamat. Posisinya begitu sentral sehingga Allah menyebutkan dalam Al-Qur’an:
“Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan) keji dan mungkar.” (QS. Al-Ankabut: 45)
Ayat ini memberikan petunjuk penting. Shalat yang benar akan membentuk karakter seseorang menjadi lebih baik dan menjauhkannya dari maksiat. Korupsi, menipu dalam berdagang, atau mengambil hak orang lain adalah perbuatan mungkar yang seringkali dianggap sebagai “jalan pintas” mencari rezeki. Orang yang shalatnya benar akan terbentengi dari hal-hal ini, sehingga rezeki yang ia dapatkan, meskipun terasa sedikit, akan penuh keberkahan.
3. Hubungan Logis dan Spiritual Antara Shalat Tepat Waktu dan Rezeki
Lalu, bagaimana menunda-nunda shalat bisa memengaruhi rezeki?
a. Dari Sisi Prioritas dan Ketaatan Menyegerakan shalat ketika panggilannya tiba adalah bentuk nyata dari memprioritaskan Allah di atas segala urusan duniawi—baik itu pekerjaan, rapat, atau hiburan. Ini adalah wujud takwa. Allah SWT berjanji secara eksplisit dalam Al-Qur’an:
“…Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya…” (QS. At-Talaq: 2-3)
Ketika kita menunda shalat demi pekerjaan, secara tidak sadar kita sedang berkata bahwa pekerjaan itu lebih penting daripada panggilan Allah. Kita seolah mencari rezeki dengan cara “mengecewakan” Sang Pemberi Rezeki.
b. Dari Sisi Keberkahan Waktu Banyak orang merasa tidak punya waktu untuk shalat tepat waktu karena sibuk. Paradoksnya, orang-orang saleh justru meyakini bahwa shalat tepat waktu adalah cara untuk mendapatkan keberkahan dalam waktu. Waktu 10 menit yang kita “korbankan” untuk shalat akan Allah ganti dengan kemudahan dan efisiensi dalam sisa waktu yang kita miliki. Pekerjaan yang seharusnya selesai dalam dua jam, bisa selesai dalam satu jam dengan pikiran yang lebih jernih dan hati yang lebih tenang setelah berwudhu dan shalat. Sebaliknya, menunda shalat seringkali membuat pekerjaan terasa berlarut-larut dan pikiran menjadi kusut.
c. Dari Sisi Karakter dan Disiplin Orang yang terbiasa disiplin dengan waktu shalatnya—lima kali sehari pada waktu yang telah ditentukan—sedang melatih otot disiplin dalam dirinya. Karakter disiplin, tepat waktu, dan bertanggung jawab ini secara alami akan terbawa ke dalam etos kerjanya. Atasan akan lebih percaya, klien akan lebih hormat, dan peluang-peluang profesional akan lebih mudah datang.
d. Dari Sisi Doa yang Tertunda Shalat adalah momen dialog paling intim antara hamba dengan Tuhannya. Di dalam sujud dan setelah shalat adalah waktu-waktu mustajab untuk berdoa. Ketika kita menunda shalat, kita juga menunda kesempatan emas untuk memohon, meminta, dan “curhat” kepada Allah mengenai segala kesulitan kita, termasuk soal rezeki.
Kesimpulan: Bukan Ditahan, Tapi Keberkahannya Dicabut
Jadi, apakah rezeki benar-benar “ditahan” secara harfiah karena menunda shalat? Mungkin lebih tepat jika kita katakan bahwa pintu-pintu keberkahannya ditutup.
BACA JUGA: Manfaat Mencari Rezeki dan Memberi Nafkah
Uang mungkin tetap datang, tetapi terasa cepat habis untuk hal-hal tak terduga. Jabatan mungkin tinggi, tetapi hati tidak pernah merasa damai. Fisik mungkin sehat, tetapi jiwa terasa hampa. Inilah makna “rezeki yang seret” dalam perspektif yang lebih luas. Ia ada, tetapi tidak membawa kebaikan dan ketenangan.
Menunda shalat adalah gejala dari penyakit yang lebih besar: meremehkan hubungan dengan Allah. Dan ketika hubungan dengan Sang Sumber Rezeki merenggang, bagaimana mungkin aliran rezeki-Nya bisa lancar dan penuh berkah?
Maka, mari kita ubah cara pandang kita. Jangan lagi melihat shalat sebagai beban yang menginterupsi aktivitas kita mencari rezeki. Sebaliknya, pandanglah shalat sebagai kunci utama untuk membuka gudang rezeki Allah yang tak terbatas. Dahulukan hak Allah, maka Allah akan menjamin urusan duniamu. []