KETIKA terjadi gerhana, baik itu gerhana bulan maupun gerhana matahari, Islam mensyariatkan untuk mengerjakan shalat, yakni shalat sunat khusuf dan sholat sunat kusuf.
Bagaimana pelaksanaannya?
Shalat gerhana matahari dan bulan biasanya dikerjakan secara berjamaah, sebab dahulu Rasulullah SAW mengerjakannya dengan berjamaah di masjid.
Shalat gerhana ini dilakukan tanpa didahului dengan azan atau iqamat. Yang disunnahkan hanyalah panggilan shalat dengan lafaz “As-Shalatu Jamiah.” Dalilnya adalah hadits berikut:
Ketika matahari mengalami gerhana di zaman Rasulullah SAW, orang-orang dipanggil shalat dengan lafaz : As-shalatu jamiah.” (HR. Bukhari).
Dalam pelaksanaannya, shalat ini boleh juga dilakukan dengan sirr (merendahkan suara) maupun dengan jahr (mengeraskannya).
Selain itu, disyariatkan juga untuk berkhutbah. Namun, Ada perbedaan pendapat di kalangan ulama tentang hukum khutbah pada shalat gerhana ini.
Menurut pendapat As-Syafi’iyah, dalam shalat gerhana disyariatkan untuk disampaikan khutbah di dalamnya. Khutbahnya seperti layaknya khutbah Idul Fithri dan Idul Adha dan juga khutbah Jumat. Ini didasarkan pada dalil hadits dari Aisyah ra berikut ini:
“Dari Aisyah ra berkata,’Sesungguhnya ketika Nabi SAW selesai dari shalatnya, beliau berdiri dan berkhutbah di hadapan manusia dengan memuji Allah, kemudian bersabda, ‘Sesungguhnya matahari dan bulan adalah sebuah tanda dari tanda-tanda Allah SWT. Keduanya tidak menjadi gerhana disebabkan kematian seseorang atau kelahirannya. Bila kalian mendapati gerhana, maka lakukanlah shalat dan berdoalah.” (HR. Bukhari Muslim)
Dalam khutbah itu Rasulullah SAW menganjurkan untuk bertaubat dari dosa serta untuk mengerjakan kebajikan dengan bersedekah, doa dan istighfar (minta ampun).
Sedangkan Al-Malikiyah mengatakan bahwa dalam shalat ini disunnahkan untuk diberikan peringatan (al-wa’zh) kepada para jamaah yang hadir setelah shalat, namun bukan berbentuk khutbah formal di mimbar.
Al-Hanafiyah dan Al-Hanabilah juga tidak mengatakan bahwa dalam shalat gerhana ada khutbah, sebab pembicaraan Nabi SAW setelah shalat dianggap oleh mereka sekedar memberikan penjelasan tentang hal itu.
Dasar pendapat mereka adalah sabda Nabi SAW, “Bila kalian mendapati gerhana, maka lakukanlah shalat dan berdoalah.” (HR. Bukhari Muslim)
Dalam hadits ini Nabi SAW tidak memerintahkan untuk disampaikannya khutbah secara khusus. Perintah beliau hanya untuk shalat saja tanpa menyebut khutbah.
Selain shalat, ketika gerhana juga disyariatkan untuk memperbanyak doa, dzikir, takbir dan sedekah, sebagaimana diterangkan dalam hadis, “Apabila kamu menyaksikannya maka berdoalah kepada Allah, bertakbir, shalat dan bersedekah.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Terakhir, yang tidak boleh dilabaikan sebelum melangkah ke masjid untuk menunaikan shalat gerhana secara berjamaah adalah mandi terlebih dahulu. Ini disunahkan sebagaimana shalat jumat dan shalat ied. []
SUMBER: RUMAH FIQIH INDONESIA