• Home
  • Disclaimer
  • Iklan
  • Redaksi
  • Donasi
  • Copyright
Minggu, 16 November 2025
Islampos
  • Home
  • Beginner
  • Tahukah
  • Sirah
  • Renungan
  • Muslimbiz
    • Muslimtrip
  • Berita
  • Cari
Tidak ada Hasil
View All Result
  • Home
  • Beginner
  • Tahukah
  • Sirah
  • Renungan
  • Muslimbiz
    • Muslimtrip
  • Berita
  • Cari
Tidak ada Hasil
View All Result
Tidak ada Hasil
View All Result
Islampos
Home Syi'ar Sirah

Perbedaan Umar dan Utsman ketika Menjadi Khalifah

Oleh Yudi
7 tahun lalu
in Sirah
Waktu Baca: 3 menit baca
A A
0
pengganti Abu Bakar

Ilustrasi: Pexels

208
BAGIKAN

NYARIS tak ada perdebatan ketika Abu Bakar Siddiq ra menjadi khalifah saat Rasulullah shalallahu alaihi wasallam meninggal. Walau muncul riak-riak dari mereka kaum munafik seperti enggan membayar zakat, tapi Abu Bakar tetap tegas dalam segala urusannya. Di samping itu, Abu Bakar mempunyai seorang Umar bin Khattab yang sanggup menjadi penyelesai kerikil-kerikil dalam dakwah Islam kala itu.

Begitu pun ketika Abu Bakar dipanggil Allah Azza Wa Jalla, tak banyak pula debat kusir siapa harus menggantikannya. Beliau menjadi satu-satunya kandidat yang paling memenuhi syarat di antara yang lainnya untuk menggantikan Abu Bakar.

Tibalah pada pergantian khalifah Umar bin Khattab, umat mulai terbelah dengan keraguan yang begitu tinggi: Siapa di antara Ustman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Saad bin Malik, Zubair bin Awwam, Abdurrahman bin Auf, dan Thalhah bin Ubaidillah?

Ini berdasarkan dari perkataan Rasulullah sebelum wafat, “Hai umatku, Abu Bakar sedikitpun tak pernah mengecewakanku, maka ketahuilah haknya itu. Hai umatku, aku ridho kepada Umar bin Khattab, Ali bin Abi Thalib, Ustman bin Affan, Thalhah bin Ubaidillah, Zubair bin Awwam, Saad bin Malik, Abdurrahman bin Auf, serta Muhajirin yang mula pertama, maka ketahuilah hak mereka itu.” Abu Bakar dan Umar wafat, maka hanya tertinggal enam orang tersebut.

ArtikelTerkait

7 Fakta Sosok Nabi Musa AS: Nabi Penyelamat Bani Israil

Bagaimana Cara Kerja Pembayaran QRIS dan Bagaimana Sejarahnya?

Abu Bakar: Cinta Sejati pada Rasulullah ﷺ yang Mengalahkan Segalanya

Fatimah Tidak Izinkan Abu Bakar Masuk ke Dalam Rumah, tanpa Izin Suami

BACA JUGA: Belajar Berani dari Abdullah bin Umar

Abdurrahman buru-buru mengundurkan diri dengan menyatakan, “Hendaknya aku hanya ingin memilih saja, bukan dipilih.” Ia pun mendatangi rakyat untuk mengumpulkan opini dan kecenderungan rakyat. Di sinilah mulai terkuak sesuatu yang kelak menjadi pengulangan sejarah beradab-abad kemudian bahkan sampai kini. Di antara keenam orang itu, jelas Ustman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib menjadi yang paling diutamakan—ini karena kelebihan-kelebihan mereka tentu saja. Tapi siapa: Ustman ataukah Ali?

Umat akhirnya memilih Ustman.

Seperti kita ketahui, Umar bin Khattab memimpin dengan cara yang ketat. Ia tak akan segan menyeret gubernurnya yang hidup mewah, bahkan memecatnya. Cara yang ditempuh oleh Umar adalah mengurangi keinginan untuk bersenang-senang, bahkan dalam hal-hal yang terhitung halal. Ini dilakukannya agar tidak terlena pada kenikmatan duniawi—bayangkan, Umar adalah seorang khalifah, dan ia mungkin tinggal menjentikan jari jika menginginkan sesuatu, tapi itu tidak ia lakukan.

Umar memulai dari dirinya sendiri, keluarganya, serta karib kerabatnya. Jika terdengar seorang pembesar yang hidup mewah, dengan segera dipanggilnya ke Madinah, kemudian diperkarakan. Bila di kemudian hari, pembesar itu masih melakukan hidup seperti itu juga, Umar memecatnya. Tujuan Umar jelas, agar umat menemukan pada pribadi pembesar mereka sebuah teladan yang membantu mereka untuk tidak terpikat oleh gelimang harta dan silau dunia.

Beberapa hari setelah diangkat jadi khalifah, Ustman teringat akan sebuah kejadian. Ketika hari yang panas menyengat, Ustman tengah berada dalam rumahnya, memandang keluar jendela dan dilihatnya seseorang yang menyusuri jalan. Ustman berpikir orang itu adalah seorang musafir, maka ia sudah menyiapkan diri untuk memanggilnya jika sudah dekat rumahnya, agar lelaki itu menepi dan berteduh dahulu, dan Ustman akan diberinya pertolongan dari kesusahan yang dialaminya.

Namun alangkah terkejutnya Ustman ketika mendapati lelaki itu adalah Amirul Mukminin Umar bin Khattab. Umar sempoyongan menghela seekor unta yang berjalan di belakangnya. Matahari jelas telah menyengat Umar sedemikian rupa. Ustman bergegas menghampiri Amirul Mukminin, “Dari mana engkau Amirul Mukminin?”

“Sebagaimana yang kaulihat,” jawab Umar tersenyum, “Ada seekor unta dari hasil zakat yang lepas dan melarikan diri. Hingga aku segera menyusulnya, kemudian membawanya pulang kembali.”

Ustman mengerutkan keningnya, “Bukankah masih ada orang lain selain engkau yang bisa melakukan pekerjaan itu?”

“Tetapi,” tukas Umar lagi, “siapakah yang bersedia menggantikan aku di pengadilan Illahi, kelak?”

Ustman meminta Umar untuk beristirahat sejenak menunggu panas matahari mereda. Tapi Umar bin Khattab menolak. “Kembalilah ke tempatmu, hai Ustman…” ujarnya.

Umar melanjutkan perjalanannya, meninggalkan Ustman, “Sungguh, engkau telah menyusahkan orang yang akan menjadi penggantimu, Amirul Mukminin…” gumam Ustman seraya tertunduk.

Ustman sadar sepenuhnya, bahwa orang-orang menyokongnya untuk menjadi khalifah—bukannya Ali bin abi Thalib. Itu disebabkan keinginan umat yang ingin bebas dari aturan dan gaya hidup yang diterapkan dan dijalani Umar bin Khattab selama ini. Jika Ali yang menjadi khalifah, maka akan merupakan kelanjutan sistem yang ditempuh Umar, yaitu tegas dan ketat.

Ustman berpendirian bahwa harta itu diciptakan untuk mempermudah dan memperlancar kehidupan. Selama harta itu halal dan diperbolehkan menikmatinya, ia mempersilakan umat untuk memperoleh kebahagian hidup dan kenikmatan dunia—tidak peduli ia pejabat, pembesar , atau rakyat biasa. Bagi Ustman, tidak ada alasan untuk memcat seorang gubernurnya yang hidup mewah dan mereguk kehidupan duniawi, selama ia tidak melakukan dosa dan berbuat salah. Ustman tidak seperti Umar yang menganggap harta kekayaan akan menimbulkan bahaya layaknya minuman keras.

BACA JUGA: Tawa Umar bin Khattab

Sejak kepimpinan Ustman, dimulailah kehidupan umat yang bergelimang harta dan sedikit demi sedikit, dan akhirnya sepenuhnya menjadi terbuka pada berbagai kecenderungan harta duniawi selama beratus tahun, dan mungkin sampai kini—mereka berpegang, bahwa Ustman pun, salah satu yang dikasihi oleh Rasulullah shalallahu alaihi wasallam membolehkan hidup mewah. Namun umat lupa bahwa Ustman, yang membolehkan kehidupan mewah, tidak menjalani hidup mewah, hanya sedikit berkecukupan.

Ustman adalah seseorang yang peka terhadap keadaan dan kebutuhan orang lain, mendahulukan kepentingan orang banyak, lemah lembut, dan cerdas. Inilah yang tidak dicontoh dari umat berikutnya; mereka mengambil yang diperbolehkan Ustman bin Affan namun mengabaikan sifat Ustman yang demikian mulia. Mereka membolehkan diri hidup mewah namun sama sekali tidak peka terhadap kesulitan yang diderita umat. Wallohu alam bishawwab. []

Tags: khalifahumarUmar bin KhatabUtsman
Share208SendShareTweetShareScan
ADVERTISEMENT
Previous Post

Tarbia Institute Luncurkan Shakira Islamic International School

Next Post

Saling Serang soal Status Aksi ‘812 Malaysia’ Arie Untung, Ernest: Nggak Bakal Gue Diemin

Yudi

Yudi

Terkait Posts

pasukan nabi isa, pemuda, nabi ibrahim, nabi musa

7 Fakta Sosok Nabi Musa AS: Nabi Penyelamat Bani Israil

7 Juli 2025
QRIS

Bagaimana Cara Kerja Pembayaran QRIS dan Bagaimana Sejarahnya?

30 Juni 2025
Ibnu Abbas, Bani Israil, Abu Bakar

Abu Bakar: Cinta Sejati pada Rasulullah ﷺ yang Mengalahkan Segalanya

27 Juni 2025
Penjagaan Allah terhadap Nabi, Abu Bakar

Fatimah Tidak Izinkan Abu Bakar Masuk ke Dalam Rumah, tanpa Izin Suami

12 Juni 2025
Please login to join discussion

Tulisan Terbaru

Melakukan Perubahan, sifat jujur, orang yang meninggalkan shalat, istidraj, FITNAH, SYAHWAT, maksiat, bunuh diri, dosa, maksiat, taubat

5 Alasan Jangan Mengungkit Dosa Masa Lalu Seseorang yang Sudah Bertaubat

Oleh Yudi
14 Juli 2025
0

agar tidak mengulangi dosa, mengganti shalat wajib, dosa jariyah, mandi, dosa, shalat

Jangan Tinggalkan Shalat Meski Badan Kotor saat Kerja, Tidak Semua Kotor Itu Najis

Oleh Yudi
14 Juli 2025
0

Senin

Jangan Lagi Bilang “Nggak Suka Senin!”

Oleh Dini Koswarini
14 Juli 2025
0

Cerai, Sebab Zina Dilarang dalam Islam, zina, Penyebab Lelaki Selingkuh, Talak

Talak: Halal yang Dibenci, Senjata Iblis untuk Memecah Belah

Oleh Saad Saefullah
13 Juli 2025
0

Laporan Donasi Islampos Juli 2025: Alhamdulillah, Sudah Terkumpul Rp2.390.999! 1 Perbedaan Umar dan Utsman

Laporan Donasi Islampos Juli 2025: Alhamdulillah, Sudah Terkumpul Rp2.390.999!

Oleh Saad Saefullah
13 Juli 2025
0

Terpopuler

Mengapa Harus Taat pada Allah? Ini 3 Jawabannya!

Oleh Rifdah Reza Ramadhan
22 Desember 2021
0
sifat lelaki sejati, Tujuan Hidup:, Manfaat Bersyukur, Manusia yang Tidak akan Pernah Merugi, Kecerdasan Orang Bertakwa, Muslim Terbaik, Hadist Qudsi, Ciri Orang Ikhlas

Manusia sering kali tidak mau taat pada Allah. Hal ini bisa karena beberapa faktor.

Lihat LebihDetails

Propaganda Berdarah Air Mata – Kisah Palsu Nayirah dan Perang Teluk

Oleh Saad Saefullah
29 Juni 2025
0
Nayirah

Seorang gadis muda berusia 15 tahun, yang hanya memperkenalkan dirinya sebagai Nayirah, berdiri di hadapan para anggota kongres dan menyampaikan...

Lihat LebihDetails

5 Alasan Jangan Mengungkit Dosa Masa Lalu Seseorang yang Sudah Bertaubat

Oleh Yudi
14 Juli 2025
0
Melakukan Perubahan, sifat jujur, orang yang meninggalkan shalat, istidraj, FITNAH, SYAHWAT, maksiat, bunuh diri, dosa, maksiat, taubat

Padahal, mengungkit dosa masa lalu seseorang yang sudah bertaubat adalah perbuatan yang dilarang dalam Islam dan sangat dibenci Allah.

Lihat LebihDetails

Kumpulan Doa Berdasarkan Hadist-hadist Shahih

Oleh Dini Koswarini
31 Maret 2021
0
Keimanan yang Dikagumi Rasulullah tawassul, syarat taubat, Mahabbah Ilahiyyah

Salah satunya adalah doa untuk orang yang mengalami kesulitan.

Lihat LebihDetails

Jangan Tinggalkan Shalat Meski Badan Kotor saat Kerja, Tidak Semua Kotor Itu Najis

Oleh Yudi
14 Juli 2025
0
agar tidak mengulangi dosa, mengganti shalat wajib, dosa jariyah, mandi, dosa, shalat

"Jika seseorang bekerja dengan pekerjaan yang membuat bajunya selalu kotor, maka itu bukanlah halangan untuk shalat selama tidak terkena najis."

Lihat LebihDetails
Facebook Twitter Youtube Pinterest Telegram

© 2022 islampos - Membuka, Menginspirasi, Free to Share.

Tidak ada Hasil
View All Result
  • Home
  • Beginner
  • Tahukah
  • Sirah
  • Renungan
  • Muslimbiz
    • Muslimtrip
  • Berita
  • Cari

© 2022 islampos - Membuka, Menginspirasi, Free to Share.