Oleh: Mohammad Fauzil Adhim
TIDAKLAH Allah Ta’ala syari’atkan sesuatu kecuali ada kebaikan besar di dalamnya. Tidak pula Nabi shallaLlahu ‘alaihi wa sallam perintahkan kecuali kebaikan. Tidak pula kambing disyari’atkan sebagai sembelihan qurban dan aqiqah kecuali pasti ada kebaikan besar di dalamnya. Andaikata kambing termasuk makanan yang merusak kesehatan, membahayakan keselamatan fisik atau mengancam akal manusia, niscaya tidak akan disyariatkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala kepada kita. Jika sesuatu disyari’atkan, pasti ada kebaikan besar di dalamnya. Demikian pula kambing.
Khusus berkenaan dengan kambing, mari kita ingat sabda Rasulullah shallaLlahu ‘alaihi wa sallam:
اتَّخِذُوا الْغَنَمَ فَإِنَّ فِيهَا بَرَكَة
“Peliharalah oleh kalian kambing karena di dalamnya terdapat barakah.” (HR. Ahmad).
Janganlah engkau kambing-hitamkan kambing jika engkau sakit, meski kambing itu warna hitam. Tapi periksa caramu mengolah. Sekali lagi, tidak mungkin syari’at menjadi sebab kerusakan dan kebinasaan. Maka, bukan penetral yang perlu kita cari, tetapi penyebab rusaknya sehingga sampai membahayakan kesehatan. Periksalah cara mengolah, bumbu yang engkau gunakan dan caramu menikmati hidangan yang seharusnya penuh barakah itu. Sebagaimana sedekah yang berlipat pahalanya itu justru bisa menjatuhkan ke neraka jika salah dalam bersedekah, maka perhatikan pula urusan ini.
Suka makan dalam keadaan panas? Mari kita ingat sejenak tuntunan Nabi Muhammad shallaLlahu ‘alaihi wa sallam, “Makanan itu tidak boleh disantap kecuali jika asap makanan yang panas sudah hilang.” (HR. Baihaqi).
Maka, jika makanan atau minuman yang hendak engkau nikmati masih panas, tunggulah sampai dingin. Atau dinginkan, tetapi jangan meniupnya. Ingatlah sabda Nabi shallaLlahu ‘alaihi wa sallam, “Dinginkan makanan dan minuman kamu sesungguhnya tidak ada kebaikan pada makanan/minuman yang panas.” (HR. Al-Hakim dan Ad-Dailami).
Ibnul Qoyyim Al-Jauziyyah rahimahullah berkata dalam Zadul Ma’ad, “Nabi shallaLlahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah menyantap makanan dalam keadaan masih panas.” Beliau juga bersabda, “Sesungguhnya hal tersebut (menutup roti hingga dingin) lebih besar barakahnya.” (HR. Darimi dan Ahmad). Di antara barakah makanan yang dingin menurut Imam Nawawi rahimahullahu ta’ala adalah, tidak menyebabkan gangguan dalam tubuh. Maka, masihkah mau makan kambing panas-panas?
Suka sate? Mari kita simak ketika Imam Bukhari meriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu sebagaimana termaktub dalam At-Targhib Wat-Tarhib. “Pernah Rasulullah (shallaLlahu ‘alaihi wa sallam) mendatangi suatu kaum yang sedang makan daging bakar, mereka mengajak beliau makan sama, tapi beliau menolak dan tidak makan. Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata, “Rasulullah tidak menyukai makanan bakar dan makanan panas.”
Beliau bersabda sebagaimana terdapat dalam Al-Jami’ush Shaghir, ”Makanlah makanan yang dingin sebab makanan dingin itu ada barakahnya. Ingatlah! Makanan panas itu tidak ada barakahnya.”
Suka sup? Imam Ahmad rahimahullah meriwayatkan dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha bahwa Rasulullah shallaLlahu ‘alaihi wa sallam memakan sup kaki kambing yang dikirimkan Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu; ayahnya.
Apa yang patut kita lakukan saat makan? Kata Imam Nawawi dalam Al-Adzkaar, “Dianjurkan berbicara ketika makan.” Imam Ahmad rahimahullahu ta’ala berkata, “Makan sambil memuji Allah itu lebih baik daripada makan sambil diam.”
Nah. []