AL-QUR’AN adalah firman Allah yang muncul dari zat-Nya dalam bentuk perkataan yang tidak dapat digambarkan. Diturunkan kepada Rasul-Nya dalam bentuk wahyu dan orang-orang mukmin mengimaninya dengan keimanan yang sebenar-benarnya. Mereka beriman tanpa keraguan, bahwa Alquran adalah firman Allah, bukan ciptaan-Nya, barang siapa mendengarnya dan menganggap sebagai perkataan manusia, maka ia telah kafir.
Namun kita sebagai orang Mukmin, orang yang mengimani Al-Qur’an, sejauh manakah kita sering membaca Al-Qur’an? Jangan sampai karena kesibukan dan banyaknya kegiatan menjadikan kita lupa untuk membaca dan mentadabburi Al-Qur’an. Karena sesungguhnya ketenangan dan ketentraman dapat diperoleh dari Al-Qur’an.
BACA JUGA: Perlu Diingat, Ini 9 Tabiat Manusia dalam Al-Qur’an
Hal ini berdasarkan firman Alloh, “Ingatlah hanya dengan mengingat Alloh-lah hati menjadi tentram.” (Qs. ar-Ra’d: 28)
Lalu ketika kita membaca Al-Qur’an, sudahkah kita beretika baik terhadapnya? Dalam Islam, ketika kita membaca Al-Qur’an, maka kita perlu memperhatikan adab-adab untuk mendapatkan kesempurnaan pahala dalam membaca Al-Qur’an. Adapun adab-adab dalam mebaca Al-Qur’an diantaranya adalah :
- Membaca dalam keadaan suci, dengan duduk yang sopan dan tenang.
Dalam membaca Al-Qur’an seseorang dianjurkan dalam keadaan suci. Namun, diperbolehkan apabila dia membaca dalam keadaan terkena najis. Imam Haromain berkata, “Orang yang membaca Al-Qur’an dalam keadaan najis, dia tidak dikatakan mengerjakan hal yang makruh, akan tetapi dia meninggalkan sesuatu yang utama.” (At-Tibyan, hal. 58-59) - Membacanya dengan pelan (tartil) dan tidak cepat, agar dapat menghayati ayat yang dibaca.
Rasulullah SAW. bersabda, “Siapa saja yang membaca Al-Qur’an (khatam) kurang dari tiga hari, berarti dia tidak memahami.” (HR. Ahmad dan para penyusun kitab-kitab Sunan). Sebagian sahabat membenci pengkhataman Al-Qur’an sehari semalam, dengan dasar hadits di atas. Rasulullah SAW. telah memerintahkan Abdullah Ibnu Umar untuk mengkhatamkan Al-Qur’an setiap satu minggu (7 hari) (HR. Bukhori, Muslim). Sebagaimana yang dilakukan Abdullah bin Mas’ud, Utsman bin Affan, Zaid bin Tsabit, mereka mengkhatamkan Al-Qur’an sekali dalam seminggu. - Membaca Al-Qur’an dengan khusyu’, dengan menangis, karena sentuhan pengaruh ayat yang dibaca bisa menyentuh jiwa dan perasaan.
Alloh SWT. menjelaskan sebagian dari sifat-sifat hamba-Nya yang shalih, “Dan mereka menyungkur atas muka mereka sambil menangis dan mereka bertambah khusyu’.” (QS. Al-Isra’: 109). Namun demikian tidaklah disyariatkan bagi seseorang untuk pura-pura menangis dengan tangisan yang dibuat-buat. - Membaguskan suara ketika membacanya.
Sebagaimana sabda Rasulullah SAW., “Hiasilah Al-Qur’an dengan suaramu.” (HR. Ahmad, Ibnu Majah dan Al-Hakim). Di dalam hadits lain dijelaskan, “Tidak termasuk umatku orang yang tidak melagukan Al-Qur’an.” (HR. Bukhari dan Muslim). Maksud hadits ini adalah membaca Al-Qur’an dengan susunan bacaan yang jelas dan terang makhroj hurufnya, panjang pendeknya bacaan, tidak sampai keluar dari ketentuan kaidah tajwid. Dan seseorang tidak perlu melenggok-lenggokkan suara di luar kemampuannya. - Membaca Al-Qur’an dimulai dengan isti’adzah.
Alloh SWT. berfirman yang artinya, “Dan bila kamu akan membaca Al-Qur’an, maka mintalah perlindungan kepada Alloh dari (godaan-godaan) syaithan yang terkutuk.” (QS. An-Nahl: 98)
Membaca Al-Qur’an dengan tidak mengganggu orang yang sedang shalat, dan tidak perlu membacanya dengan suara yang terlalu keras atau di tempat yang banyak orang. Bacalah dengan suara yang lirih secara khusyu’.
Rasulullah SAW. bersabda, “Ingatlah bahwasanya setiap dari kalian bermunajat kepada Rabbnya, maka janganlah salah satu dari kamu mengganggu yang lain, dan salah satu dari kamu tidak boleh bersuara lebih keras daripada yang lain pada saat membaca (Al-Qur’an).” (HR. Abu Dawud, Nasa’i, Baihaqi dan Hakim). Wallohu a’lam.[abuhudzaifahyusuf/muslimorid]