DI antara manusia yang pernah menginjakkan kaki di bumi, sedikit yang mampu mencintai dengan kadar tulus seperti Abu Bakar Ash-Shiddiq mencintai Rasulullah ﷺ. Cintanya bukan sekadar kata, bukan pula hanya air mata. Ia menjelma menjadi keberanian, pengorbanan, dan ketulusan yang tak tertandingi. Bila ada nyawa yang harus dibayar demi keselamatan Rasulullah ﷺ, maka nyawa itu ia serahkan tanpa ragu. Ia mencintai Rasulullah ﷺ, lebih dari dirinya, hartanya, anaknya, bahkan dari seluruh isi dunia.
Saat Rasulullah ﷺ pertama kali menerima wahyu, dan banyak yang meragukannya, Abu Bakar adalah yang pertama membenarkan. Ia tidak meminta bukti, karena hatinya sudah mengenal siapa Muhammad ﷺ. Maka dari situlah ia digelari “Ash-Shiddiq”, yang senantiasa membenarkan kebenaran.
BACA JUGA: Julukan Abu Bakar dan Pujian Allah Untuknya
Ketika perintah hijrah turun dan bahaya mengintai dari segala penjuru, Abu Bakar tidak gentar. Justru ia berkata dengan haru, “Aku berharap bisa menemanimu dalam perjalanan ini, wahai Rasulullah.” Dan doanya terkabul. Di dalam Gua Tsur, ketika maut terasa dekat dan suara musuh terdengar di atas kepala mereka, Abu Bakar tidak takut untuk dirinya, tapi berkata dengan cemas, “Jika salah satu dari mereka melihat ke bawah kakinya, niscaya mereka akan melihat kita.” Namun Rasulullah ﷺ menenangkan, “Jangan bersedih, sesungguhnya Allah bersama kita.” (QS. At-Taubah: 40)
Betapa kuat cinta yang membuat Abu Bakar lebih takut Rasulullah ﷺ disakiti daripada dirinya sendiri. Dalam riwayat disebutkan, ia menutup semua lubang di gua agar binatang buas tidak menggigit Rasulullah. Bahkan satu lubang ia tutup dengan kakinya sendiri, dan menahan sakit karena binatang berbisa menggigitnya—tanpa suara, takut membangunkan sang Nabi tercinta.
Ketika Rasulullah ﷺ wafat, dunia Abu Bakar seolah runtuh. Ia menangis, namun tak dikuasai duka. Dengan iman yang kokoh, ia berkata kepada umat yang terguncang: “Barang siapa yang menyembah Muhammad, maka sungguh Muhammad telah wafat. Tapi barang siapa yang menyembah Allah, maka Allah Maha Hidup dan tidak akan pernah mati.”
BACA JUGA: Ternyata Begini Fisik Abu Bakar Ash-Shiddiq
Ucapan itu bukan karena ia tak cinta. Justru karena cintanya yang sejati. Ia tahu, mencintai Rasulullah ﷺ adalah mencintai risalah yang dibawanya, mencintai Allah yang mengutusnya. Maka hidup Abu Bakar adalah bukti bahwa mencintai Rasulullah ﷺ bukan hanya dalam senyum dan air mata, tetapi dalam keberanian, pengorbanan, dan keimanan yang tak tergoyahkan.
Cintanya kepada Rasulullah ﷺ adalah cinta yang suci, yang menjadi teladan bagi siapa pun yang mengaku beriman. Cinta yang hidup dalam hati, terwujud dalam tindakan, dan bertahan sampai nafas terakhir. []