DALAM perjalanan rumah tangga, kehadiran seorang istri bukan sekadar sebagai pendamping hidup, tetapi juga sebagai sahabat sejati yang mampu mendampingi suami dalam suka dan duka. Hubungan pernikahan yang sehat tidak hanya dibangun di atas cinta, tetapi juga pada fondasi persahabatan, kepercayaan, dan dukungan emosional. Ketika seorang istri mampu menjadi teman setia bagi suaminya, rumah tangga akan lebih harmonis dan penuh kedamaian.
Namun, menjadi teman setia tidak terjadi begitu saja. Dibutuhkan usaha, pengertian, dan komunikasi yang baik untuk mewujudkannya.
Ada beberapa tips praktis dan islami yang dapat membantu para istri agar lebih dekat secara emosional dengan suaminya, memperkuat ikatan batin, dan menjadikan rumah tangga sebagai tempat berlabuh yang penuh kenyamanan.
Pertama, agama. Inilah yang paling utama, berdasarkan sabda Rasulullah ï·º, “Beruntunglah kalian yang mendapatkan perempuan dengan agama yang baik.” (HR Muslim)
Jika seorang wanita tidak memiliki (pengetahuan) agama yang baik maka ia akan menjadi perusak agama suaminya dan menghina-hinanya. Terlebih jika sang istri adalah seorang yang pencemburu, hidup sang suami akan berada dalam bencana dan kehidupan yang terhina.
BACA JUGA:Â Â Ciri-ciri Istri yang Toksik
Kedua, akhlak yang mulia karena akhlak yang tercela memiliki efek negatif yang lebih banyak dari sisi positif atau manfaatnya.
Ketiga, penampilan yang menarik. Hal ini dapat membuat sang lelaki lebih terbentengi dari godaan wanita lain.
Oleh karena itu, diperintahkan untuk melihat calon istri ketika melamar, namun ada beberapa orang yang tidak memperhatikan penampilan, mereka juga tidak menginginkan “bersenang-senang” di dalam pernikahan, seperti sebuah cerita yang menunjukkan Imam Ahmad bin Hambal yang lebih memilih perempuan bermata satu daripada saudari sang istri yang sempurna (matanya).
Akan tetapi, hal ini tentu merupakan sesuatu yang jarang, sebab biasanya manusia cenderung untuk memperhatikan penampilan lawan jenis (calon pasangannya).
Keempat, mahar yang murah. Said bin Musayyib menikahkan anaknya dengan uang sebesar dua dirham. Mengenai hal tersebut, Umar r.a. berkata, “Janganlah kalian memasang harga yang tinggi untuk mahar para wanita.” Sebagaimana tingginya harga mahar tidak disukai dari sisi istri, mencari uang mahar yang mahal juga dibenci dari pihak sang suami.
Ats-Tsauri berkata, “Jika seorang lelaki hendak menikah lalu berkata, “Apa yang dimiliki seorang wanita?” Maka ketahuilah lelaki semacam ini adalah pencuri.
Kelima, keperawanan. Syariat Islam mensunnahkan lelaki untuk menikahi gadis perawan, karena seorang gadis biasanya akan dapat lebih mencintai seorang suami dan kasih suami akan lebih besar kepada gadis daripada ke-pada seorang janda.
Hal ini karena sifat alamiah manu-sia lebih menyukai hal-hal yang “baru”. Hal ini pulalah yang dapat membuatnya semakin cinta kepada sang gadis, karena pada biasanya seseorang akan lari dari wanita yang pernah disentuh lelaki lain.
BACA JUGA:  7 Dampak Medis dan Psikologis Jika Suami Istri Lama Tidak Berjima’
Keenam, haruslah perempuan itu subur.
Ketujuh, memiliki nasab yang baik dan hendaknya perempuan itu berasal dari keluarga yang terkenal memiliki agama yang baik dan damai.
Kedelapan, haruslah perempuan yang bukan bagian dari keluarga calon suami.
Seperti halnya seorang lelaki dapat mempertimbangkan hal-hal yang ada pada calon istri, wali calon istri juga dapat mempertimbangkan sisi keagamaan, akh-lak, dan hal-hal yang melekat pada calon suami, karena dengan memperhatikan hal-hal demikian sebuah perni-kahan yang baik dapat dilangsungkan.
Ketika seorang wali menjodohkan anak wanitanya kepada seorang fasik dan ahli bid’ah maka sungguh ia telah berbuat kriminal kepadanya sekaligus kepada diri sendiri. []
SUMBER: HUMAYRO