• Home
  • Disclaimer
  • Iklan
  • Redaksi
  • Donasi
  • Copyright
Jumat, 19 September 2025
Islampos
  • Home
  • Beginner
  • Tahukah
  • Sirah
  • Renungan
  • Muslimbiz
    • Muslimtrip
  • Berita
  • Cari
Tidak ada Hasil
View All Result
  • Home
  • Beginner
  • Tahukah
  • Sirah
  • Renungan
  • Muslimbiz
    • Muslimtrip
  • Berita
  • Cari
Tidak ada Hasil
View All Result
Tidak ada Hasil
View All Result
Islampos
Home Fiksi

Bocah Kemarin Shubuh

Oleh Adam
8 tahun lalu
in Fiksi
Waktu Baca: 4 menit baca
A A
0
Foto: la Family - Indonesia Tempo Doeloe

Foto: la Family - Indonesia Tempo Doeloe

69
BAGIKAN

Oleh: Robi Suganda

AKU mengayunkan langkah tergopoh-gopoh. Suara derap langkah kaki memecah keheningan. Mukaku tak sempat dibasuh. Rambut kusut. Pelupuk mata terasa berat diangkat. Sarung yang membelit badanku terasa amat membebani. Herannya di mana Ibu? Tumben tak membangunkanku. Baterai di rumah belum diganti. Handphone belum di-charge. Hanya warna langit mejadi petunjuk, seolah membisikiku, “masih ada waktu buat berkumandang.”

Sialnya, di gang sempit ini seseorang yang harusnya kudahului, kini memunggungi. Menghalangi jalan. Beratnya beban usia ditambah perutnya yang buncit membuatnya lambat menyeret kakinya. Orang ini amat kukenal. Pak Marno tetanggaku. Dan bila aku tak menyusulnya. Shubuh ini aku gagal lagi. Niatku urung. Asaku menguap. Pasrah mendengar,

“Hahhhsilanhh…haifalah…”

ArtikelTerkait

Tapi Ini Tanah Kami, Meski Duka dan Mati Tertanam di Sini

Hidup Itu Seperti UAP… Puisi Terakhir WS Rendra

Suamiku Mantan Majikanku

Gadis Cantik Sebagai Anugerah Tuhan

***

“Aku mau seperti Bilal Bin Rabah, Bu!”

“Ditimpa batu?” ujarnya datar.

“Bukan, aku mau jadi muadzin masjid kita. Muadzin tetap! ”

“Kalo mau ya coba saja, jangan maunya aja, azannya malu-malu,” sindirnya.

“Besok aku janji. Mulai dari shubuh dulu. Nggak akan malu lagi. Dengarkanlah, Bu. Jamaah akan banyak lagi seperti saat Pak Basuki masih hidup!” .

“Huss… ngawur, mau Pak Marno atau Pak Basuki nggak ada hubungannya sama jumlah jamaah. Meski ya suaranya jauuuhh.”

Aku tetap bersikeras pada pendirianku. Seperti yang pernah disampaikan guru ngaji selepas magrib. Rasululoh memilih Bilal mungkin karena suaranya yang lantang dan merdu. Ketika Almarhum Pak Basuki jadi muadzin, tak diragukan lagi, suaranya juga lantang dan merdu. lebih menyentuh hati. Bukankah saat hati tersentuh, seseorang akan lebih mudah tergerak shalat ke masjid? Buktinya pada masa beliau, jamaah hampir empat shaff penuh, sedangkan sekarang, ketika Pak Marno beralih menjadi muadzin, jumlah jamaah berubah menjadi setengahnya. Satu-satunya penyebab adalah kualitas suara. Suara Pak Marno sengau atau seperti bergumam. Tak jelas vokalnya. Yang mendengar malah menggerutu. Andaikan dinding punya telinga, retak-retaklah permukaanya.

Saat kuutarakan itu, Ibu lagi-lagi menegurku, “Huss… jaga mulutmu! Pak Marno itu, meski suaranya ya begitu. Niatnya baik, Nak. Paling rajin datang ke Masjid, ” sergah Ibu. Matanya menyala.

“Bu, jamaah dikit kan semenjak Pak Marno itu jadi muadzin.”

“Nggak ada hubungannya! Tetangga kebetulan saja ada kesibukan. Buktinya papamu sekarang dinas keluar kota. Tiga bulan. Hayo!”

Ibu memang tidak pernah sependapat denganku tentang masalah ini. Memang sesaat bila dipikirkan, benar juga. Apakah ada hubungan sebab akibat antara kualitas suara dan jumlah jamaah. Proses Pak Marno jadi muadzin pun berjalan alami tanpa keinginan beliau sendiri. Pak Marno memang selalu datang lebih awal. Bapak-bapak yang lain, selain datang belakangan atau malah terlambat, pun kalau ditawari sama sepertiku. Malu-malu! Akhirnya Pak Marno berinisiatif. Karena itu beliaulah seoalah muadzin tetap masjid dalam perumahanku. Tapi, tak bisa begini terus. Muadzin haruslah bersuara lantang dan merdu. Aku harus bergerak! Hanya ada satu cara merebut posisinya. Datang lebih awal dari Pak Marno!

“Nak, bangun! Katanya mau azan!”

“Jam berapa, Bu?”.

“4.10, gih!”

“Hah!” 20 menit lagi shubuh. Aku harus lebih awal.

Bergegas kumenuju masjid. Diiringi suara jangkrik yang bersahut-sahutan. Udara dingin menggigit tulang. Namun keheningan subuh begitu membuatku takzim. Kususuri jalanan perumahan yang lengang. Tidak terlalu jauh dari rumahku memang. Tinggal melewati jalan utama depan rumahku, sampai bertemu gang sempit di ujung jalan. Lalu masuk gang tersebut yang hanya cukup dilalui seorang saja. Setelah itu belok kanan. Tidak jauh dari situ tampak masjid Al-Furqon berdiri gagah.

Masih hening, tak ada siapapun. “Hehe, Pak Marno belum datang”, gumamku senang.

Jarum jam masjid menunjukan subuh dua menit lagi. Setelah berwudhu. Aku pun mengambil posisi berdiri tegak sambil tangan mengarahkan mik ke mulutku. Sesaat terdengar suara derap langkah kaki. Kian mendekat. Entah mengapa, jantung berdegup tak menentu. Lutut bergetar. Begitu juga jari-jemariku. Akibatnya mik yang kugenggam ikut bergetar sama seperti bibir di depannya.

Aku mendadak kesulitan bernafas. Dadaku sesak. Pikiranku kalut. Bagaimana bila aku lupa? Bagaimana bila suaraku malah lebih tak jelas dibanding Pak Marno? Bagaimana bila orang-orang malah jadi enggan shalat gara-gara mendengar suaraku?.

“Mas, sudah waktunya,” suara Pak Marno memecah lamunanku.

“Duh, Pak, saya tiba-tiba sakit perut, mau ke belakang dulu, Bapak saja yang adzan yaa…,” suaraku memelas.

Pura-pura mengelus perutku. Lantas tergopoh-gopoh berlari ke WC. Di kamar mandi, kumaki-maki diriku. Bah, kenapa harus tegang? Kenapa jadi tidak percaya diri? Dua tahun lalu padahal sempat meraih juara dua lomba adzan se-SMP.

Haduh. Aku merutuk. Bertambah kesal lagi setelah suara azan itu berkumandang.

“Looohh..bar..”

“Eloohhh….uakbwerrrr”

“Hassolaahhh..haffalaaahh…”

Ibu tak henti menertawaiku. “Owh gitu ya suara anak ibu kalau adzan, bagus sekali! Ibu jadi tersentuh!” raut wajahnya amat dibuat-buat. Begitu menyebalkan.

“Ah ibu, itu bukan aku!”.

Kujelaskan berkali-kali dalihku kalau saat itu sakit perut. Tapi Ibu hanya tersenyum. Ia selalu tahu aku berbohong. Aku jadi salah tingkah.

Hari berganti hari. Subuh berganti subuh. Setelah mengumpulkan keberanian. Ditambah telinga sudah tak tahan. Maka kuputuskan esok adzan perdanaku. Yah. Malam ini kuhabiskan untuk melafalakan adzan berulang ulang. Memupuk rasa percaya diri. Tak perlu ada lagi pikiran-pikiran yang mencuri ketenanganku seperti shubuh beberapa hari silam. Esok shubuh, aku yang azan. Ada siapapun di masjid. Tak kan membuatku gentar! Tunggu saja!.

***
Aku masih di belakang. Menatap punggunya. Pikiranku berputar-putar mencari jalan keluar. Tak enak rasanya bila aku menyerobotnya di ujung jalan tanpa berbasa-basi. Namun bila sudah berbasa-basi lebih tak enak lagi mendahuluinya.

Terpaksa harus jalan bersama. Aha! Aku dapat ide!.

“Sakit perut!” gumamku. Satu-satunya cara mendahului Pak Marno di ujung gang. Yaitu Kususul beliau dengan alasan buru-buru mau ke masjid. Perutku melilit. Cara ini akan melepas rasa tak enakku mendahului Pak Marno. Ia pun biasa saja, seolah memaklumi.

Berhasil. Aku sudah di muka masjid. Tak sabar melangkahkan kaki memasuki rumah Alloh ini. “Waw, tumben sudah banyak orang!” Kulihat bapak-bapak duduk menyebar mengisi ruangan.

“Tak boleh gentar,” batinku. Pak Marno masih di belakang. Sebelum ia mendekat. Segera kuambil mik. Menaruhnya di depan bibirku lalu berkumandang dengan lantang dan irama yang merdu.

Begitu kuresapi setiap kalimat yang keluar dari bibirku. Akhirnya, gumamku dalam hati. Penuh rasa syukur. Namun lamat-lamat terdengar suara gemuruh di sela-sela mengumandangkan adzan. Tersentuh kah? Atau sebaliknya? Tak gentar! Kulanjutkan hingga usai.

“Mas mas..,” panggil bapak disampingku usai azan. Aku mendongak. Tanpa sempat berucap.

“Udah beres shalatnya, udah azan dari tadi.”

Terdengar suara cekikian yang tertahan. Gelap! Ini shubuh pertama dan terakhir kalinya aku mengumandangkan adzan. []

Robi Suganda sekarang tengah bekerja sebagai karyawan swasta di PT Ultrajaya. Hobinya menulis, menonton dan melamun. Karya yang pernah dihasilkan adalah buku antologi bersama penulis lainnya, di antaranya Shubuh yang Paling Sunyi, Melukis ka’bah dan Jarak Cinta. Impiannya adalah menjadi pembicara dan penulis yang menginspirasi. Bisa berinteraksi bersamanya melalui akun media sosialnya dengan alamat Twitter : @Robisuganda , Facebook Robi Suganda, Blog: RobiSugandash.blogspot.com, Cinemastorybook.blogspot.co.id

Tags: AnakazanCeritacerpenfiksi
ShareSendShareTweetShareScan
ADVERTISEMENT
Previous Post

Pak Tani Mencari Buah Mengkudu

Next Post

AS Potong Bantuan bagi UNRWA, Belgia Siap jadi Penopang

Adam

Adam

Dengan Ilmu, engkau berani bertindak dan dapat menahan diri untuk diam

Terkait Posts

Palestina, Semangka, tanah, Pelajaran dari Gaza, Palestina, Palestina

Tapi Ini Tanah Kami, Meski Duka dan Mati Tertanam di Sini

6 November 2023
Hadits tentang Sabar, Konsultasi Kesehatan, Puisi Terakhir WS Rendra

Hidup Itu Seperti UAP… Puisi Terakhir WS Rendra

10 Oktober 2023
KDRT, Balasan bagi Orang yang Suka Memaki dan Menyakiti Orang Lain, Suamiku

Suamiku Mantan Majikanku

17 Agustus 2023
cantik, Rukun Islam, Amal Penghapus Dosa

Gadis Cantik Sebagai Anugerah Tuhan

9 Maret 2023
Please login to join discussion

Tulisan Terbaru

Melakukan Perubahan, sifat jujur, orang yang meninggalkan shalat, istidraj, FITNAH, SYAHWAT, maksiat, bunuh diri, dosa, maksiat, taubat

5 Alasan Jangan Mengungkit Dosa Masa Lalu Seseorang yang Sudah Bertaubat

Oleh Yudi
14 Juli 2025
0

agar tidak mengulangi dosa, mengganti shalat wajib, dosa jariyah, mandi, dosa, shalat

Jangan Tinggalkan Shalat Meski Badan Kotor saat Kerja, Tidak Semua Kotor Itu Najis

Oleh Yudi
14 Juli 2025
0

Senin

Jangan Lagi Bilang “Nggak Suka Senin!”

Oleh Dini Koswarini
14 Juli 2025
0

Cerai, Sebab Zina Dilarang dalam Islam, zina, Penyebab Lelaki Selingkuh, Talak

Talak: Halal yang Dibenci, Senjata Iblis untuk Memecah Belah

Oleh Saad Saefullah
13 Juli 2025
0

Laporan Donasi Islampos Juli 2025: Alhamdulillah, Sudah Terkumpul Rp2.390.999! 1

Laporan Donasi Islampos Juli 2025: Alhamdulillah, Sudah Terkumpul Rp2.390.999!

Oleh Saad Saefullah
13 Juli 2025
0

Terpopuler

21 Sifat Manusia Menurut Al Quran

Oleh Laras Setiani
17 Oktober 2019
0
ilustrasi.foto: kiblat

Dan apabila manusia itu ditimpa kemudharatan, dia memohon (pertolongan) kepada Tuhannya dengan kembali kepada-Nya; kemudian apabila Tuhan memberikan nikmat-Nya kepadanya...

Lihat LebihDetails

Turunnya Pengikut Nas Daily, dari 38 Juta Jadi Hanya 20 juta dalam Waktu 7 Hari Saja, Setelah Posting Ini?

Oleh Saad Saefullah
10 Agustus 2024
0
Nuseir Yassin, sosok di belakang Nas Daily

Ia kemudian membuat halaman Facebook bernama Nas Daily ("Nas" berarti "orang" dalam bahasa Arab), di mana dia membuat video setiap...

Lihat LebihDetails

12 Ayat Al-Quran tentang Istiqamah, Dapat Memotivasi Kita

Oleh Sufyan Jawas
31 Oktober 2021
0
Hadist Nabi Tentang Ikhlas

ayat Al-Quran Tentang Istiqamah

Lihat LebihDetails

85 Motto Hidup dari Kutipan Ayat Alquran

Oleh Eneng Susanti
17 Januari 2023
0
motto hidup ayat Alquran, cara menjadikan Al-Qur'an sebagai penyembuh

SAHABAT mulia Islampos, ada banyak pelajaran dan hikmah yang bisa dipetik dari Alquran. Banyak pula kutipan ayat Alquran yang bisa...

Lihat LebihDetails

Berikut 7 Ayat Al-Quran tentang Masjid

Oleh Sufyan Jawas
1 November 2021
0
Ayat Al-quran tentang masjid

Saking pentingnya dalam kehidupan seorang Muslim, ada beberapa ayat Al-Quran tentang masjid. 

Lihat LebihDetails
Facebook Twitter Youtube Pinterest Telegram

© 2022 islampos - Membuka, Menginspirasi, Free to Share.

Tidak ada Hasil
View All Result
  • Home
  • Beginner
  • Tahukah
  • Sirah
  • Renungan
  • Muslimbiz
    • Muslimtrip
  • Berita
  • Cari

© 2022 islampos - Membuka, Menginspirasi, Free to Share.