(Resume materi pada Diskusi “Mencari Pemimpin Jawa Barat Masa Depan” oleh pemateri Prof.Dr.Sadu Wasistiono, M.Si)
Oleh : Muhammad Fauzan Irvan
Presiden BEM REMA UPI
[email protected]
AWAL tahun baru 2018 nampaknya berbeda dengan tahun baru- tahun baru sebelumnya. Karena tahun ini merupakan tahun politik, ketegangan dan dinamika nya sangat kental dirasakan. Terdapat sebanyak 171 daerah akan berpartisipasi dalam pemilu serentak tahun ini, tepatnya 17 provinsi, 39 kota dan 115 Kabupaten. Di Jawa Barat sendiri terdapat pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, 6 Pemilihan Walikota dan 10 pemilihan Bupati. Pendaftaran Calon yang akan maju pada pilkada di Jawa Barat di mulai pada tanggal 8-10 Januari 2018. Dan itu tandanya Jawa Barat akan mendapatkan stok pilihan calon pemimpin masa depan.
Salah satu ciri negara dengan sistem demokrasi adalah adanya pengisian pejabat publik yang bersifat terbuka, baik pejabat publik karier ataupun yang dipilih. Untuk pejabat publik yang dipilih, dilakukan pemilihan secara terbuka dengan prinsip egaliter serta dengan masa jabatan tertentu. Prinsip ini membuka adanya suksesi secara periodik, sehingga tidak terbentuk pemerintahan oligarkhi dan dinasti. Suksesi secara periodik juga memungkinkan adanya mekanisme agar pemimpin politik yang dipilih memiliki karakter sesuai dengan zamannya. Setiap era kehidupan masyarakat melahirkan pemimpinnya sendiri, pemimpin masa lalu belum tentu cocok dengan pemimpin masa sekarang ataupun masa depan.
Konteks Jawa Barat kepemimpinan Ahmad Heryawan (Aher) selama 10 tahun di Jabar telah banyak menghasilkan prestasi, namun tentu ada juga catatan evaluasinya. Dengan harapan evaluasi dan kekurangan kepemimpinan Aher ini dapat disempurnakan oleh pemimpin Jabar selanjutnya, mengingat Aher sudah dua periode menjabat sebagai gubernur, tentu secara periodik harus digantikan dengan tokoh dan pemimpin baru.
Dalam konteks memilih kepemimpinan dalam suatu pemerintahan, terdapat dua jenis model kepemimpinan nya. yaitu a. Kepemimpinan Organisasional dan b. Kepemimpinan Sosial. Ciri dari kepemimpinan organisasional adalah :
1) Kempemimpinan ini muncul karena pimpinan pemerintah daerah maupun Satuan Kerja Perangkar Daerah memipin sebuah unit organisasi.
2) Pengikutnya merupakan bawahan yang patuh karena adanya ikatan norma-norma organisasi formal.
3) Dalam menjalankan kepemimpinannya , pimpinan organisasi formal biasanya menggunakan berbagai fasilitas manajerial seperti kewenangan, anggaran, personil dan logistik.
4) Teori yang digunakan untuk menganalisis berasal dan ilmu manajemen dan adminsistrasi publik.
Sedangkan kepemimpinan sosial memiliki ciri sebagai berikut :
1) Timbul karena seseorang memimpin masyarakat luas yang tidak dalam kedudukan sebagai bawahan. Pengikuti berposisi sebagai pendukung yang terikat pada kharisma seseorang.
2) Pada kepemimpinan sosial, kapasitas dan kualitas pribadi seorang pemimpin yang mampu menggerakan pengikutnya. Naik atau turunya dukungan akan bergerak sangat cepat, tergantung pada konsistensi perilaku pemimpin yang bersangkutan.
3) Dimensi sosial, politik, budaya dan agama lebih dominan daripada dimensi administratif.
Pertimbangan dalam memilih pemimpin pemerintahan dapat dilihat dari berbagai faktor, yakni :
1) Kapasitas
Gambaran kemampuan diri seorang pemimpin baik intelektual maupun moral, yang dapat dilihat dari catatan rekam jejak (track record) pendidikannya, mamupun jejak sikap dan perilakunya selama ini.
2) Akseptabilitas
Gambaran tingkat keterimaan , kecocokan dan kecocokan pengikut terhadap kehadiran pemimpin
3) Kompatibilitas.
Kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan kebijakan dari pemerintah tingkat atasnya dan mengakomodasikan kebijakan dari pemerintah tingkat bawahnya maupun tuntutan dari para pengikutnya.
Melihat dari sudut pandang ilmu pemerintahan, memilih Gubernur perlu memperhatikan kemampuan kompatibilitasnya. Karena Gubernur menyandang dua posisi, yaitu sebagai Wakil Pemerintah Pusat (WPP) dan sebagai Kepala Daerah Otonom Provinsi. Sebagai WPP Gubernur harus mampu mengamankan dan menyelaraskan kebijakan yang datang dari pemerintah pusat meskipun mungkin hal tersebut tidak sejalan dengan garis partai politik pengusungnya. Sebagai WPP Gubernur juga sebagai penyeimbang pembagunan pada daerah-daerah yang berada dalam wilayah kerjanya, meskipun walikota/bupati bukan berasal dari partai politik yang sama. Pada sisi yang lain, Gubernur sebagai Kepala Daerah Otonom harus menunaikan janji politik yang sudah di canangkan pada saat kampanye. Dari segi pemerintahan, diperlukan Gubernur yang memiliki akses luas ke atas serta memiliki akar kuat kebawah. Ke semuanya tidak dapat diperoleh seketika tetapi sudah di bangun bertahum-tahun.
GAMBARAN EMPIRIK JAWA BARAT
1. Menurut data dari KPU Jabar, bahwa Daftar Pemilih Tetap (DPT) dalam pilgub Jabar 2018 berjumlah 32.809.058 orang (data tanggal 10/9/2017). DPT di Jawa Barat merupakan jumlah terbanyak dibanding provinsi lain, sehingga menjadi strategis dikaitkan dengan pemilihan presiden tahun 2019 mendatang.
2. Data penduduk Jawa Barat tahun 2016 menurut BPS Provinsi Jabar adalah 47.379.389 Jiwa (jabar.bps.go.id). Provinsi Jawa Barat merupakan provinsi dengan penduduk paling banyak di Indonesia, sehingga posisi gubernurnya sangat strategis dalam konteks Nasional.
3. Mayoritas penduduk Jawa Barat beragama Islam, oleh karena itu diperlukan pemimpin yang agamis dan nasionalis.
4. Berdasarkan data PDRB dan LQ Provinsi Jawa Barat selama 5 tahun, core business Provinsi Jawa Barat adalah prindustrian, perdagangan dan pertanian (dalam arti luas). Sehingga di perlukan pemimpin Jawa Barat yang memahami ketiga core business tersebut.
5. Wilayah Provinsi Jawa Barat berdekatan dengan Ibukota Negara, sehingga memberi pengaruh yang signifikan dalam politik, ekonomi, sosial budaya, dan agama. Diperlukan pemimpin Jawa Barat yang berfikir nasionalis dan memiliki akses dengan pemimpin Nasional di Jakarta, karena masalah yang terjadi di Jawa Barat akan dengan cepat berimbas ke Jakarta dan sebaliknya.
6. Memasuki era digital, diperlukan pemimpin Jawa Barat yang akrab dengan teknologi dan informatika dan memiliki karakter kerakyatan (bukan yang elitis), dekat dan terbuka kepada publik, terutama generasi muda yang sudah sangat terbiasa dengan teknologi, komunikasi dan informatika.
7. Sesuai dengan perkembangan zaman, diperlukan pemimpin Jawa Barat masa depan yang tidak hanya mengejar kesejahteraan masyarakat, tetapi juga pada peningkatan kebahagiaan masyarakat. Karena indikator kebahagiaan dianggap penting bagi perumusan kebijakan publik dalam rangka pembangunan Nasional. Data BPS menunjukan bahwa indeks kebahagiaan penduduk Jawa Barat pada tahun 2017 sebesar 69,58%, berada dibawa rata-rata Nasional dengan nilai 70.69%.
Di dalam Executive Summary Word Happiness Report 2017 yang diedit oleh Hellwell, Iayard, dan Sachs, ada 7 faktor utama yang mendukung kebahagiaan, yaitu :
1) Kepedulian (caring)
2) Kebebasan (freedom)
3) Kedermawanan (generosity)
4) Kejujuran (honesty)
5) Kesehatan (health)
6) Pendapatan (income); dan
7) Tata kelola yang baik (good governance)
Demikian pandangan mengenai pemimpin Jawa Barat dalam perspektif keilmuan, semoga dapat bermanfaat untuk masyarakat Jawa Barat dan juga untuk Indonesia pada umumnya. []
Kirim OPINI Anda lewat imel ke: [email protected], paling banyak dua (2) halaman MS Word. Sertakan biodata singkat dan foto diri.