Oleh : Ridha Nurul Arafah
Mahasiswi Ilmu Hadis UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
LEMBUT, rendah hati, dermawan, dan pemalu. Itulah sifat-sifat sang khalifah ketiga, Utsman Bin Affan. Sebagian orang berfikir bahwa sifat-sifat Utsman tersebut membuat ia menjadi seseorang sangat pendiam dan tidak tegas. Padahal itu salah.
Dalam beberapa buku mengenai sang khalifah, salah satunya buku ‘Utsman Bin Affan Khalifah Sang Penjunjung Al-Quran’ karya Khalid Muhammad Khalid disajikan beberapa kisah yang menunjukkan ketegasan khalifah yang pemalu ini.
Kita tahu bahwa Utsman adalah seorang bangsawan. Kehormatan, kekayaan, dan segalanya ia miliki. Tetapi ia rela meninggalkan semua itu untuk menjadi anggota barisan dakwah. Saat pasukan sedang melakukan dakwah dan mengalami intimidasi, ia akan selalu ada di barisan pertama. Membela dan memimpin barisan tersebut dengan penuh tanggungjawab. Bukankah itu suatu ketegasan dan keteguhan hati ?
Selain itu, Utsman juga merasakan siksaan dari pamannya, Hakam Bin Abi al-Ash. Utsman diikat dengan tali dan rantai. Pamannya berteriak “Apakah kamu meninggalkan agama nenek moyangmu dan datang kepada agama baru? Demi Latta dan Uzza, aku tidak akan melepaskan ikatan ini.” Tapi Utsman menjawab dengan sangat tegas “Demi Allah, aku tidak akan meninggalkan agama Allah dan tidak akan berpisah dengannya untuk selama-lamanya!”
Dalam masalah jual beli, bila Utsman melihat pedagang menimbun bahan-bahan pokok yang sangat diperlukan masyarakat atau menjualnya dengan harga yang tinggi, ia tidak segan mengirimkan kafilah dagangnya untuk mendobrak monopoli perdagangan tersebut, sehingga gerakan kotor itu pun berhasil ditumpas. Masih kurang tegas?
Suatu ketika, Utsman marah kepada pembantunya. Utsman menjewer daun telinga pembantunya tersebut hingga ia kesakitan. Tetapi dengan ketulusan nuraninya, ia meminta pembantunya untuk menjewernya kembali sebagai qisas. Pembantu tersebut menolak, tetapi Utsman tetap memaksa seraya berkata “Lakukanlah ! Sesungguhnya qisas dunia lebih ringan bagiku dibandingkan dengan qisas akhirat.” Bersatunya kelembutan, ketulusan, dan ketegasan. Sungguh Indah.
Lalu, pada tahun ke-6 H, Rasululullah ﷺ bersama rombongan ingin mengunjungi Masjidil Haram, tetapi kaum Quraisy salah paham. Mereka meranggapan bahwa Rasul akan menyerang. Setelah Rasul mengirimkan beberapa utusan untuk mengklarifikasi hal tersebut, tetap saja kaum Quraisy menolak.
Akhirnya Utsman pun didelegasikan. Ia tiba di pintu gerbang kota Mekah dan kedatangannya disambut oleh kaum Quraisy. Utsman menyampaikan surat dari Rasul, namun mereka menjawab “Jika engkau hendak melakukan tawaf, silakan wahai Utsman, tetapi tidak bagi Muhammad dan para sahabatnya yang lain.” Utsman menolak dan menjawab “Aku tidak akan melalukan tawaf sebelum Rasul melakukannya terlebih dahulu !” Kewibawaan, kedudukan, dan ketegasnnya membuat kaum Quraisy enggan membunuhnya.
Dari lima cerita tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa Utsman bin Affan adalah orang sangat tegas. Begitulah Utsman, di balik kelembutan dan sifat pemalunya, terdapat ketegasan yang tidak kalah dengan ketegasan para sahabat lainnya. Hebatnya, Utsman mampu menempatkan ketegasan tersebut tepat pada tempatnya. []